BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah
merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa
thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah
shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya
sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan
shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan
terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut
ajaran ibadah syar’iah.
Sebagai agama yang menjaga kesucian lahiriyah maupun
batiniyah, Islam telah
mengatur segala hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dalam Islam,
istilah menyucikan lahiriah ini dikenal dengan istilah thaharah. Thaharah
adalah kegiatan bersuci yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam, saat
melakukan hal-hal tertentu. Seperti halnya melaksanakan shalat dan tawaf.
Thaharah merupakan pembahasan yang sangat penting untuk
dikaji. Karena thaharah merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang,
saat akan melakukan hal-hal tertentu. Oleh karena itulah, dalam makalah ini
akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan thal-hal tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian kurikulum dan thaharah
?
2. Bagaimana
macam-macam thaharah ?
3. Bagaimana
cara pelaksanaan thaharah ?
C. Tujuan
Pembahasan Masalah
1. Untuk
mengetahui tentang pengertian kurikulum
dan thaharah.
2. Untuk
mengetahui tentang macam-macam
thaharah.
3. Untuk
mengetahui tentang pelaksanaan berthaharah.
D. Batasan
Masalah
Dalam makalah ini, kami
membatasi pembahasan hanya mengenai aktivitas kurikulum dalam pembelajaran
thaharah. Dengan Demikian kami berharap pembahasan ini hanya terfokus pada tema
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Kurikulum
Istilah
kurikulum muncul pertama kali pada kamus webster pada tahun 1856, yang
digunakan dalam bidang olah raga, yaitu Gurere yang berarti jarak yang
harus ditempuh oleh pelari atau kereta mulai awal sampai sampai akhir atau
mulai start sampai finish. Kemudian pada tahun 1955 kata
kurikulum muncul pada kamus tersebut, khusus digunakan dalam bidang pendidikan
yang artinya sejumlah mata pelajaran disekolah atau diperguruan tinggi, yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.[1]
Dalam kosakata
Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah Manhaj yakni jalan yang
terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Dalam
konteks pendidikan, yaitu jalan terang yang dilalui pendidik / guru juga
peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Kurikulum
merupakan suatu sistem, yaitu ada tujuan, isi, evaluasi dan sebagainya yang
saling terkait. Disamping kurikulum sebagai guiding instruction, juga
merupakan alat antisipatori, yaitu alat alat yang dapat meramalkan masa depan,
bukan hanya sebagai reportial , yaitu suatu yang hanya melaporkan suatu
kejadian yang telah berjalan.[2]
Carter V. Good dalam Dicionary of education, sebagaimana yang
dikutip oleh M. Zaini dalam bukunya Pengembangan kurikulum konsep
implementasi evaluasi dan inovasi menyebutkan bahwa kurikulum adalah sebuah
materi pelajaran yang harus ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau disiplin
ilmu tertentu, seperti kurikulum Pendidikan Bahasa Arab, Kurikulum Pendidikan
Bahasa Inggris atau kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial. Kurikulum juga diartikan
sebagai garis-garis besar materi yang harus dipelajari oleh siswa disekolah
untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah, atau sejumlah pelajaran dan
kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan dan pengawasan
sekolah atau kampus.[3]
Pengertian Thaharah
Secara bahasa, thaharah (bersuci) berarti
membersihkan diri dari berbagai kotoran, baik secara hinsyah (kasat mata)
maupun yang maknawiyah (tidak kasat mata). Menurut istilah syar’i, thaharah berarti
menghilangkan hadast atau membersihkan najis/kotoran dengan air atau debu yang
suci,atau menghilangkan suatu beak atau sifat yg ada pada badan yang
menghalangi sahnya shalat atau ibadahlainya.
Thaharah
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam Dachlan Azis, Thaharah diambil dari kata taharah
- tahura, berarti suci atau bersih dari kotoran baik indrawi seperti air sent
(air kencing) maupun maknawi seperti aib dan maksiat. Sedangkan dalam arti
terminologi (istilah); secara sederhana dapat disimpulkan bahwa thaharah
membersihkan diri dari hadast dengan wudlu, mandi atau tayamum serta
membersihkan najis yang melekat pada diri atau badan, pakaian, perkakas dll,
dengan air atau penggantinya, ini yang disebut thaharah lahiriah.[4]
Thaharah
(bersuci) merupakan salah satu materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh
peserta didik. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi,
penjabaran materi thaharah terdiri dari :
1.
Standar kompetensi
Memahami
ketentuan-ketentuan thaharah (besuci)
2.
Kompetensi dasar
Menjelaskan ketentuan-ketentuan
wudu, tayamum dan mandi wajib;
Menjelaskan perbedaan
hadas dan najis.
Memperhatikan
standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana tertuang dalam Permendiknas
No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi, karakteristik materi pembelajaran
thaharah sarat degan informasi-informasi yang bersifat kognitif dan harus
dipahami secara utuh oleh peserta didik. Penguasaan materi pembelajaran
thaharah secara utuh penting artinya bagi pencapaian salah satu tujuan mata
pelajaran PAI[5],
yaitu : “Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak
mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah”.
Bahkan berdasarkan hadis
Rasulullah saw, pemahaman peserta didik terhadap materi thaharah sangat penting
artinya dalam menjaga dan memelihara keabsahan ibadah, terutama ibadah salat.
Salat yang dikerjakan seseorang dinyatakan sah, jika orang tersebut suci dari
hadas dan najis. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda[6] :
عن على بن طلق رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
: (اذا فسا أحدكم فى الصلاة فلينصرف وليتوضأ وليعد الصلاة) رواه الخمسة وصححه ابن
حبان
Kita dianjurkan untuk thaharah
karena beberapa kaitannya dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah :
Pertama: Karena thaharah merupakan syarat
sahnya shalat yang merupakan ibadah yang paling utama.
Kedua: Pembersihan itu sebelum
perhiasan. Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan
kita ingin memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung
kita pakaikan ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula
thaharah, dia adalah pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.
Ketiga: Sebagaimana seorang
membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini
merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan
niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati.
2. Macam-macam
thaharah
Taharah dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Taharah
dari najis, yang berlaku untuk badan, pakaian, dan tempat. Cara menyucikannya
dengan air yang suci dan menyucikan, yang biasa disebut air mutlak.
b. Taharah
dari hadas, yang berlaku untuk badan, seperti mandi, wudu, dan tayamum.
a.
Macam-macam Air
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih
(suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi
yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
a.
Air hujan e. Air salju
b.
Air sumur f. Air telaga
c.
Air laut g. Air embun
d.
Air sungai
b.
Pembagian Air
Ditinjau
dari segi hukumnya, air itu dibagi empat bagian :
a.
Air suci dan
mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih murni, dapat digunakan
untuk bersuci dengan tidak makruh, (air mutlak artinya air yang sewajarnya).
b.
Air suci dan
dapat mensucikan, tetapi makruh digunakan, yaitu air musyammas (air yang
dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
c.
Air suci tetapi
tidak dapat mensucikan, seperti :
Air
musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats. Atau
menghilangkan najis walaupun tidak berubah rupanya, rasanya dan baunya.
d.
Air mutanajis
yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua
kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika
lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.[7]
c. Macam-macam Najis
Najis ialah
suatu benda yang kotor menurut syara’, misalnya :
a.
Bangkai, kecuali
manusia, ikan dan belalang
b.
Darah
c.
Nanah
d.
Segala sesuatu
yang keluar dari kubul dan dubur
e.
Anjing dan babi
f.
Minuman keras
seperti arak, dsb
g.
Bagian anggota
badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selama masih hidup.
a.
Pembagian Najis
Najis itu dapat dibagi 3 bagian :
Ø Najis Mukhaffafah (ringan) : ialah air kencing bayi
laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air
susu ibunya.
Ø Najis Mughallazhah (berat) : ialah najis anjing, babi
dan keturunannya.
Ø Najis Mutawassithah (sedang) : ialah najis yang selain
dan dua najis tersebut di atas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul
dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan,
susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali
bangkai-bangkai manusia dan ikan, serta belalang.[8]
b.
Cara
Menghilangkan Najis
1.
Barang yang kena
najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan
salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2.
Barang yang
terkena najis mukhafaffah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3.
Barang yang
terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara dibasuh sekali, asal
sifat-sifat najisnya (warna, bau, dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara
tiga kali cucian atau siraman lebih baik.[9]
c.
Najis yang
Dimaafkan (Ma’fu)
Najis yang dimaafkan artinya tak usah dibasuh/dicuci,
misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah
yang sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar
menghindarkannya.
Adapun tikus atau cicak yang jatuh ke dalam minyak
atau makanan yang beku, dan ia mati di dalamnya, maka makanan yang wajib
dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang itu, ialah makanan atau minyak yang
dikenainya itu saja. Sedang yang lain boleh dipakai kembali. Bila minyak atau
makanan yang dihinggapinya itu cair, maka semua makanan atau minyak itu najis.
Karena yang demikian itu tidak dapat dibedakan mana yang kena najis dan dimana
yang tidak.
d.
Istinja
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti
kencing dan berak, wajib disucikan dengan air bersih.
e.
Adab Buang Air
Ø Jangan di tempat yang terbuka
Ø Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain
Ø Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan memaksa
Ø Kalau terpaksa buang air di tempat terbuka, hendaknya
jangan menghadap kiblat
Ø Jangan membawa dan membaca kalimat Al-Qur’an
3. Cara
thaharah
1.
Wudhu
Wudhu menurut bahasa
berarti: baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu ialah membasuh muka,
dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala, dan membasuh kakai
didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib.
Dan dalam suatu
hadits Rosulullah Saw bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat
seseorang jika berhadas, Hingga ia berwudhu”(HR. Bukhari dan Muslim)[10]
1. Syarat – Syarat
Wudhu
Ada beberapa syarat – syarat yang
harus dipenuhi dalam berwudhu, diantaranya :[11]
a. Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.
b.
Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)
c. Suci anggota wudhu dari najis
d. Untuk sah nya wudhu, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudhu dan
salat, dalam arti bahwa setelah berwudhu yang bersangkutan masih memungkinkan
untuk melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan.
Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudhu maka keseluruhan
salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat yang telah
ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya masih bias ia
laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila ia berwudhu,
maka batallah wudhunya.
e. Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
f. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.
g. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam
membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali
airnya kering karena terkena sinar matahari, ataupun panas badan.
Dan adapun syarat sah wudhu antara lain:
a. Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu
b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
c. Tidak berhadats besar
d. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya
getah, cat dan sebagainya
2. Rukun wudhu
Untuk dapat terpenuhinya definisi wudhu, adapun
rukun-rukunya yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Niat
Yang dimaksud dengan niat ialah cetusan
hati untuk melakukan perbuatan, bergandengan dengan awal perbuatan itu. Semua
amal ibadah tidak sah, tidak dapat di terima, keculi dengan niat itu.
b. Membasuh muka
Yang dimaksud muka ialah daerah yang
berada diantara tepi dahi sebelah atas sampai tepi bawah janggut, dan dari
sentil telinga kanan sampai sentil telinga kiri. Memebasuh muka yang wajib hanya sekali saja, sedang
kalau disempurnakan sampai tiga kali, maka hikumnya sunah
c. Membasuh kedua
tanagan hingga siku-siku
Apabila seseorang pakai cicin atau
gelang, maka perlu kulit jari-jarinya atau pergelangan tangan yang kena bagian
dalam cincin atau gelang itu dibasahi, dengan menggerak-gerakkan cincin atau
gelang itu.
d. Mengusap kepala
Ialah mengusap kepala dengan tangan
yang dibasahi air. Sedanag dalam mengusap kepala dapat dipahami tidak seluruh
kepala, tetapi cukup mengusap sebagian kepala.
e.
Membasuh kaki
beserta kedua mata kakinya
Ialah membasuh kedua kaki dengan
sempurna beserta kedua mata kaki.
f. Tertib
Yang dimaksud tertib dalam mengerjakan
wudhu yaitu tertib dalam mengerjakan wudhu, sesuai dengan urut-urutan. [13]
3. Sunah wudhu
Sunah wudhu berdasarkan beberapa hadist
yaitu: memebasuh kedua
telapak tangan, berkumur-kumur, memasukkan air kedalam hidung,
menggosok gigi, menyelai jari, mengusap dua telinga, mengulang tiga kali,
meratakan semua kepala dalam mengusap kepala, bersegera dalam mengerjakan,
menggosok anaggota yang dibasuh, mendahulukan anggota sebelah kanan, menghadap
kiblat, mengusap tengkuk dan meluaskan meembasuh muka sampai kebagian atas dahi,
membasuh tangan dan kaki lebih dari tempat yang ditentukan, hemat dalam
pemakaian air, berdo’a sesudah mengerjakan wudhu, dan sembahyang 2 rakaat
setelah mengerjakan wudhu.[14]
- Hal-Hal
yang membatalkan
Adapun hal-hal yang dapat
membatalkan wudhu antara lain:
a. Keluar sesuatu
dari qubul dan dubur meskipun hanya angin.
b. Hilang akal
karena gila, pingsan, mabuk, atau tidur nyenyak.
c. Bersentuhan
kulit anatara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan tidak memakai
tutup.
d. Tersentuh
kemaluan (qubul dan dubur) dengan tapak tangan atau jari yang tidak memakai
tutup.
“dari Busrah binti Shafyan r.a. bahwasana Rasulullah Saw bersabda :
“barangsiapa yang menyentuh kemaluaannya hendaklah ia berwudu’ (H.R. Lima Ahli
Hadits)
Sebagian para dokter di
universitas Mesir mengadakan penelitian tentang hubungan wudhu dengan
kesehatan, lalu mereka menghasilkan sebuah hasil yang mengejutkan! Terbukti
hidung orang yang tidak biasa berwudhu terlihat pucat, berminyak dan
menyimpan debu. Demikian juga lubang hidung; lengket, kotor, berdebu dan rambut
hidung mudah rontok. Hal ini sangat berbeda dengan hidung orang yang biasa
berwudhu; bersih mengkilat, tanpa mengandung debu, rambut hidungnya juga nampak
jelas dan bersih dari debu”.[15]
B. Mandi
Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci
pada seluruh badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat
Al-Maidah ayat 6:
Jika
kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.
Penjabaran
lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh)
mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam.
Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
1. Syarat-Syarat
mandi
a. Beragama islam
b. Sudah tammyiz
c. Bersih dari
haid dan nifas
d. Bersih dari
sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh seperti cat,
lilin dan sebagainya
e. Pada anggota
tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk mandi seperti
minyak wangi dan lainnya
f. Harus mengerti
bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g. Salah satu dari
rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
2. Rukun Mandi
Rukun mandi besar ada 2 antara
lain :
a. Niat (bersamaan
dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
3. Sunah-Sunah
Mandi
Disunahkan bagi yang mandi
memperhatikan perbuatan rosulullah SAW ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan
sebagai berikut :
- Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali
- Kemudian membasuh kemaluan
- Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat sholat. Dan ia
boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi.
- Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil
menyela-nyela rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya.
- Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu
sebelah kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan
jari-jari kaki serta mengasah anggota tubuh yang dapat digosok.[18]
C. Tayamum
Apabila
seseorang junub atau seseorang akan
mengerjakan sembahyang, orang tadi tidak mendapattkan air, untuk mandi atau
untuk wudhu, maka sebagai ganti untuk manghilangkan hadas besar atau kecil tadi
dengan melakukan tayamum. Tayamum menurut bahasa artinya menuju seangkan
menurut pengertian sara’, tayamum ialah menuju kepada tanah untuk menyapukan
dua tangan dan uka dengan niat agar dapat mengerjakan sembahyang. Adapun dasar disyariatkanya tayamum ialah
qur’an surat an-nisa’ ayat 43.[19] “Kemudian kalian tidak mendapatkan
air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci). Usaplah wajah dan
tangan kalian
1.
Syarat-syarat Tayamum
a. Telah masuk
waktu sholat
b. Memakai tanah
berdebu yang bersih dari najis dan kotoran (harus suci)
c. Memenuhi alasan
atau sebab melakukan tayammum
d. Sudah berupaya
/ berusaha mencari air namun tidak ketemu
e. Tidak haid
maupun nifas bagi wanita (perempuan)
f. Menghilangkan
najis yang melekat pada tubuh.
- Rukun-rukun Tayamum
a. Diawali dengan
niat
b. Meletakan kedua
tangan di atas tanah atau tempat yang mengandung debu
c. Menyapu muka
dan kedua tangan
- Sunah-sunah Tayamum
- Membaca basmalah
- Menghadap kiblat
- Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang di atas tangan itu menjadi tipis
- Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
- Membaca
kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum[20]
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Thaharah adalah menurut bahasa artinya yaitu bersih. Sedangkan menurut syari’at ialah bersuci dari
hadast dan najis. Menurut pendapat yang lain bahwa thaharah berarti bersih,
suci, terbebas dari
kotoran. Sedangkan menurut syara’ thaharah ialah mengangkat penghalang yang
timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thaharah syar’i terbagi menjadi dua macam yaitu
thaharah dari hadast dan thaharah dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
a.
Najis
Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan
babi.
b.
Najis
Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang
umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
c.
Najis
Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang,
air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat
manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi
menjadi 2 bagian:
a. Najis ‘ainiyah:
yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan
menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya,
kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b. Najis hukmiyah:
yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang
sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas
najis itu.
2) Saran
Dengan
tersusunnya makalah ini, kami mengharap semoga bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.Penyusun menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik
dan saran demi perbaikan dan pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ash-shiddieqy, Hasbi, Hukum-hukum Fiqh Islam. 1970. Jakarta. Bulan bintang.
Mubarok, Jaih, Modifikasi Hukum Islam.
2002. Jakarta. PT Raja Grafindo.
Dainuri, Muhamad, Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam. 1996. Magelang. Sinar
Jaya Offset.
Darajat, Zakiah, dkk. Ilmu Fiqh. 1983.
Jakarta. IAIN Jakarta.
Hajar
Asqalani, Ibnu, Bulughul Maram, terj. Muh. Syarief Sukandy. 1986.
Bandung. Al-Ma’arif.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar
Isi.
Rabih
Qoromi, Zuhair, Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan, Al-Istisyfa’
bis Sholat.
Rifa’I , Moh., Risalah Tuntutan Shalat Lengkap. 2012.
Semarang. PT. Karya Toha Putra.
Sa’adi, Adil, dkk, Fiqhun
nisa’_Thaharoh sholat. 2008. Jakarta Selatan. PT Mizan
Publika.
Saleh, Hasan, Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer. 2008. Jakarta. Rajawali.
Sulistiyorini,
Manajemen Pendidikan Islam. 2006. Surabaya. elKAF.
Van
Hoeve, Ichtiar ensiklopedi islam. 2003.
Jakarta. Ikrar Mandiriabadi.
Zaini,
Muhammad, Pengembangan kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. 2006.
Surabaya. elKAF.
[1] Muhammad
Zaini, Pengembangan kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Surabaya:
elKAF, 2006), hlm.1.
[2] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan
Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), 27-29.
[3] Muhammad Zaini,
Pengembangan kurikulum... ,hlm. 1-2.
[4] PT Ichtiar Van Hoeve ensiklopedi islam, Jakarta, ikrar mandiriabadi ,2003, 155.
[6] Ibnu Hajar Asqalani, Bulughul Maram,
terj. Muh. Syarief Sukandy, Bandung : Al-Ma’arif, 1986, hlm. 77
[7] Moh. Rifa’i Risalah Tuntutan Shalat Lengkap, Semarang, PT. Karya Toha Putra,
2012, 13.
[8] Ibid, 14.
[9] Ibid, 15.
[10] Ibid, 16.
[11] Ibid, 17.
[13] Moh. Rifa’i. Risalah Tuntutan Shalat Lengkap…,18.
[15] Zuhair Rabih Qoromi Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad
Khair Ramadhan, Al-Istisyfa’ bis Sholat, hal. 275, 282.
[16] Muhamad Dainuri,Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang
:Sinar Jaya Offset,1996)h.18-19
makasih . . .
BalasHapus