Sabtu, 14 Desember 2013

Aktifitas Kurikulum Dalam Pembelajaran Thaharah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.
Sebagai agama yang menjaga kesucian lahiriyah maupun batiniyah, Islam telah mengatur segala hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dalam Islam, istilah menyucikan lahiriah ini dikenal dengan istilah thaharah. Thaharah adalah kegiatan bersuci yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam, saat melakukan hal-hal tertentu. Seperti halnya melaksanakan shalat dan tawaf.
Thaharah merupakan pembahasan yang sangat penting untuk dikaji. Karena thaharah merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang, saat akan melakukan hal-hal tertentu. Oleh karena itulah, dalam makalah ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan thal-hal  tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian kurikulum dan thaharah ?
2.      Bagaimana macam-macam thaharah ?
3.      Bagaimana cara pelaksanaan thaharah ?

C.    Tujuan Pembahasan Masalah
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian kurikulum dan thaharah.
2.      Untuk mengetahui tentang macam-macam thaharah.
3.      Untuk mengetahui tentang pelaksanaan berthaharah.

D.    Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi pembahasan hanya mengenai aktivitas kurikulum dalam pembelajaran thaharah. Dengan Demikian kami berharap pembahasan ini hanya terfokus pada tema tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum muncul pertama kali pada kamus webster pada tahun 1856, yang digunakan dalam bidang olah raga, yaitu Gurere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta mulai awal sampai sampai akhir atau mulai start sampai finish. Kemudian pada tahun 1955 kata kurikulum muncul pada kamus tersebut, khusus digunakan dalam bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran disekolah atau diperguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.[1]
Dalam kosakata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah Manhaj yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, yaitu jalan terang yang dilalui pendidik / guru juga peserta didik untuk menggabungkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Kurikulum merupakan suatu sistem, yaitu ada tujuan, isi, evaluasi dan sebagainya yang saling terkait. Disamping kurikulum sebagai guiding instruction, juga merupakan alat antisipatori, yaitu alat alat yang dapat meramalkan masa depan, bukan hanya sebagai reportial , yaitu suatu yang hanya melaporkan suatu kejadian yang telah berjalan.[2]
Carter V. Good dalam  Dicionary of education, sebagaimana yang dikutip oleh M. Zaini dalam bukunya Pengembangan kurikulum konsep implementasi evaluasi dan inovasi menyebutkan bahwa kurikulum adalah sebuah materi pelajaran yang harus ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau disiplin ilmu tertentu, seperti kurikulum Pendidikan Bahasa Arab, Kurikulum Pendidikan Bahasa Inggris atau kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial. Kurikulum juga diartikan sebagai garis-garis besar materi yang harus dipelajari oleh siswa disekolah untuk mencapai tingkat tertentu atau ijazah, atau sejumlah pelajaran dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah atau kampus.[3]


Pengertian Thaharah
Secara bahasa, thaharah (bersuci) berarti membersihkan diri dari berbagai kotoran, baik secara hinsyah (kasat mata) maupun yang maknawiyah (tidak kasat mata). Menurut istilah syar’i, thaharah berarti menghilangkan hadast atau membersihkan najis/kotoran dengan air atau debu yang suci,atau menghilangkan suatu beak atau sifat yg ada pada badan yang menghalangi sahnya shalat atau ibadahlainya.
Thaharah Dalam Ensiklopedi Hukum Islam Dachlan Azis, Thaharah diambil dari kata taharah - tahura, berarti suci atau bersih dari kotoran baik indrawi seperti air sent (air kencing) maupun maknawi seperti aib dan maksiat. Sedangkan dalam arti terminologi (istilah); secara sederhana dapat disimpulkan bahwa thaharah membersihkan diri dari hadast dengan wudlu, mandi atau tayamum serta membersihkan najis yang melekat pada diri atau badan, pakaian, perkakas dll, dengan air atau penggantinya, ini yang disebut thaharah lahiriah.[4]
Thaharah (bersuci) merupakan salah satu materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi, penjabaran materi thaharah terdiri dari :
1.       Standar kompetensi
Memahami ketentuan-ketentuan thaharah (besuci)
2.      Kompetensi dasar
Menjelaskan ketentuan-ketentuan wudu, tayamum dan mandi wajib;
Menjelaskan perbedaan hadas dan najis.
Memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi, karakteristik materi pembelajaran thaharah sarat degan informasi-informasi yang bersifat kognitif dan harus dipahami secara utuh oleh peserta didik. Penguasaan materi pembelajaran thaharah secara utuh penting artinya bagi pencapaian salah satu tujuan mata pelajaran PAI[5], yaitu : “Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah”.
Bahkan berdasarkan hadis Rasulullah saw, pemahaman peserta didik terhadap materi thaharah sangat penting artinya dalam menjaga dan memelihara keabsahan ibadah, terutama ibadah salat. Salat yang dikerjakan seseorang dinyatakan sah, jika orang tersebut suci dari hadas dan najis. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda[6] :
عن على بن طلق رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (اذا فسا أحدكم فى الصلاة فلينصرف وليتوضأ وليعد الصلاة) رواه الخمسة وصححه ابن حبان
Kita dianjurkan untuk thaharah karena beberapa kaitannya dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah :
Pertama: Karena thaharah merupakan syarat sahnya shalat yang merupakan ibadah yang paling utama.
Kedua: Pembersihan itu sebelum perhiasan. Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan kita ingin memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung kita pakaikan ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula thaharah, dia adalah pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.
Ketiga: Sebagaimana seorang membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati.

2.      Macam-macam thaharah
Taharah dibagi menjadi dua, yaitu:
a.  Taharah dari najis, yang berlaku untuk badan, pakaian, dan tempat. Cara menyucikannya dengan air yang suci dan menyucikan, yang biasa disebut air mutlak.
b.  Taharah dari hadas, yang berlaku untuk badan, seperti mandi, wudu, dan tayamum.

a.    Macam-macam Air
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
a.    Air hujan                          e.  Air salju
b.   Air sumur                         f.  Air telaga
c.    Air laut                             g.  Air embun
d.   Air sungai

b.    Pembagian Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dibagi empat bagian :
a.       Air suci dan mensucikan, yaitu air mutlak artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh, (air mutlak artinya air yang sewajarnya).
b.      Air suci dan dapat mensucikan, tetapi makruh digunakan, yaitu air musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
c.       Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti :
Air musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats. Atau menghilangkan najis walaupun tidak berubah rupanya, rasanya dan baunya.
d.      Air mutanajis yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.[7]

c.    Macam-macam Najis
Najis ialah suatu benda yang kotor menurut syara’, misalnya :
a.       Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
b.      Darah
c.       Nanah
d.      Segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur
e.       Anjing dan babi
f.       Minuman keras seperti arak, dsb
g.      Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selama masih hidup.

a.    Pembagian Najis
Najis itu dapat dibagi 3 bagian :
Ø  Najis Mukhaffafah (ringan) : ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
Ø  Najis Mughallazhah (berat) : ialah najis anjing, babi dan keturunannya.
Ø  Najis Mutawassithah (sedang) : ialah najis yang selain dan dua najis tersebut di atas, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani, barang cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, bangkai, juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai-bangkai manusia dan ikan, serta belalang.[8]

b.    Cara Menghilangkan Najis
1.    Barang yang kena najis mughallazhah seperti jilatan anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu diantaranya dengan air yang bercampur tanah.
2.    Barang yang terkena najis mukhafaffah, cukup diperciki air pada tempat najis itu.
3.    Barang yang terkena najis mutawassithah dapat suci dengan cara dibasuh sekali, asal sifat-sifat najisnya (warna, bau, dan rasanya) itu hilang. Adapun dengan cara tiga kali cucian atau siraman lebih baik.[9]

c.    Najis yang Dimaafkan (Ma’fu)
Najis yang dimaafkan artinya tak usah dibasuh/dicuci, misalnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong-lorong yang memercik sedikit yang sukar menghindarkannya.
Adapun tikus atau cicak yang jatuh ke dalam minyak atau makanan yang beku, dan ia mati di dalamnya, maka makanan yang wajib dibuang itu atau minyak yang wajib dibuang itu, ialah makanan atau minyak yang dikenainya itu saja. Sedang yang lain boleh dipakai kembali. Bila minyak atau makanan yang dihinggapinya itu cair, maka semua makanan atau minyak itu najis. Karena yang demikian itu tidak dapat dibedakan mana yang kena najis dan dimana yang tidak.
d.   Istinja
Segala yang keluar dari qubul dan dubur seperti kencing dan berak, wajib disucikan dengan air bersih.
e.    Adab Buang Air
Ø  Jangan di tempat yang terbuka
Ø  Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain
Ø  Jangan bercakap-cakap kecuali keadaan memaksa
Ø  Kalau terpaksa buang air di tempat terbuka, hendaknya jangan menghadap kiblat
Ø  Jangan membawa dan membaca kalimat Al-Qur’an

3.      Cara thaharah
1.      Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagan kepala, dan membasuh kakai didahilui dengan niat dan dilakukan dengan tertib.
Dan dalam suatu hadits Rosulullah Saw bersabda :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika berhadas, Hingga ia berwudhu”(HR. Bukhari dan Muslim)[10]

1.      Syarat – Syarat Wudhu
Ada beberapa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam berwudhu, diantaranya :[11]
a.       Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.
b.      Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)
c.       Suci anggota wudhu dari najis
d.      Untuk sah nya wudhu, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudhu dan salat, dalam arti bahwa setelah berwudhu yang bersangkutan masih memungkinkan untuk melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan. Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudhu maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila ia berwudhu, maka batallah wudhunya.
e.       Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
f.       Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.
g.       Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena terkena sinar matahari, ataupun panas badan.

Dan adapun syarat sah wudhu antara lain:
a.       Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu
b.      Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
c.       Tidak berhadats besar
d.      Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
e.       Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya
f.       Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi mensucikan.[12]

 2.      Rukun wudhu
Untuk dapat terpenuhinya definisi wudhu, adapun rukun-rukunya yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a.       Niat
Yang dimaksud dengan niat ialah cetusan hati untuk melakukan perbuatan, bergandengan dengan awal perbuatan itu. Semua amal ibadah tidak sah, tidak dapat di terima, keculi dengan niat itu.


b.      Membasuh muka
Yang dimaksud muka ialah daerah yang berada diantara tepi dahi sebelah atas sampai tepi bawah janggut, dan dari sentil telinga kanan sampai sentil telinga kiri. Memebasuh  muka yang wajib hanya sekali saja, sedang kalau disempurnakan sampai tiga kali, maka hikumnya sunah

c.       Membasuh kedua tanagan hingga siku-siku
Apabila seseorang pakai cicin atau gelang, maka perlu kulit jari-jarinya atau pergelangan tangan yang kena bagian dalam cincin atau gelang itu dibasahi, dengan menggerak-gerakkan cincin atau gelang itu.

d.      Mengusap kepala
Ialah mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air. Sedanag dalam mengusap kepala dapat dipahami tidak seluruh kepala, tetapi cukup mengusap sebagian kepala.

e.       Membasuh kaki beserta kedua mata kakinya
Ialah membasuh kedua kaki dengan sempurna beserta kedua mata kaki.

f.       Tertib
Yang dimaksud tertib dalam mengerjakan wudhu yaitu tertib dalam mengerjakan wudhu, sesuai dengan urut-urutan. [13]

3.      Sunah wudhu
Sunah wudhu berdasarkan beberapa hadist yaitu: memebasuh kedua telapak tangan, berkumur-kumur, memasukkan air kedalam hidung, menggosok gigi, menyelai jari, mengusap dua telinga, mengulang tiga kali, meratakan semua kepala dalam mengusap kepala, bersegera dalam mengerjakan, menggosok anaggota yang dibasuh, mendahulukan anggota sebelah kanan, menghadap kiblat, mengusap tengkuk dan meluaskan meembasuh muka sampai kebagian atas dahi, membasuh tangan dan kaki lebih dari tempat yang ditentukan, hemat dalam pemakaian air, berdo’a sesudah mengerjakan wudhu, dan sembahyang 2 rakaat setelah mengerjakan wudhu.[14]

  1.   Hal-Hal yang membatalkan
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan wudhu antara lain:
a.       Keluar sesuatu dari qubul dan dubur meskipun hanya angin.
b.      Hilang akal karena gila, pingsan, mabuk, atau tidur nyenyak.
c.       Bersentuhan kulit anatara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan tidak memakai tutup.
d.      Tersentuh kemaluan (qubul dan dubur) dengan tapak tangan atau jari yang tidak memakai tutup.
“dari Busrah binti Shafyan r.a. bahwasana Rasulullah Saw bersabda : “barangsiapa yang menyentuh kemaluaannya hendaklah ia berwudu’ (H.R. Lima Ahli Hadits)
Sebagian para dokter di universitas Mesir mengadakan penelitian tentang hubungan wudhu dengan kesehatan, lalu mereka menghasilkan sebuah hasil yang mengejutkan! Terbukti hidung orang yang tidak biasa berwudhu terlihat pucat, berminyak dan menyimpan debu. Demikian juga lubang hidung; lengket, kotor, berdebu dan rambut hidung mudah rontok. Hal ini sangat berbeda dengan hidung orang yang biasa berwudhu; bersih mengkilat, tanpa mengandung debu, rambut hidungnya juga nampak jelas dan bersih dari debu”.[15]
B.     Mandi
Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6:
     Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.
     Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :
     “sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau (bersetubuh) mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw. Pada bermulaan Islam. Kemudian beliau memerintahkan kami mandi sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

1.      Syarat-Syarat mandi
a.       Beragama islam
b.      Sudah tammyiz
c.       Bersih dari haid dan nifas
d.      Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya
e.       Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk mandi seperti minyak wangi dan lainnya
f.       Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g.       Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
h.      Air yang digunakan harus suci dan mensucikan[16]

2.      Rukun Mandi
Rukun mandi besar ada 2 antara lain :
a.       Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
b.      Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.[17]

3.      Sunah-Sunah Mandi
Disunahkan bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah SAW ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan sebagai berikut :
  1. Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali
  2. Kemudian membasuh kemaluan
  3. Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat sholat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi.
  4. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyela-nyela rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya.
  5. Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta mengasah anggota tubuh yang dapat digosok.[18]

C.     Tayamum
Apabila seseorang  junub atau seseorang akan mengerjakan sembahyang, orang tadi tidak mendapattkan air, untuk mandi atau untuk wudhu, maka sebagai ganti untuk manghilangkan hadas besar atau kecil tadi dengan melakukan tayamum. Tayamum menurut bahasa artinya menuju seangkan menurut pengertian sara’, tayamum ialah menuju kepada tanah untuk menyapukan dua tangan dan uka dengan niat agar dapat mengerjakan sembahyang.  Adapun dasar disyariatkanya tayamum ialah qur’an surat an-nisa’ ayat 43.[19]Kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci). Usaplah wajah dan tangan kalian

1.                                                                                                                             Syarat-syarat Tayamum
a.       Telah masuk waktu sholat
b.      Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran (harus suci)
c.       Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayammum
d.      Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
e.       Tidak haid maupun nifas bagi wanita (perempuan)
f.       Menghilangkan najis yang melekat pada tubuh.

  1. Rukun-rukun Tayamum
a.       Diawali dengan niat
b.      Meletakan kedua tangan di atas tanah atau tempat yang mengandung debu
c.       Menyapu muka dan kedua tangan

  1. Sunah-sunah Tayamum
  1. Membaca basmalah
  2. Menghadap kiblat
  3. Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang di atas tangan itu menjadi tipis
  4. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri
  5. Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum[20]



















BAB III
PENUTUP

1)      Kesimpulan
Thaharah adalah menurut bahasa artinya yaitu bersih. Sedangkan  menurut syari’at ialah bersuci dari hadast dan najis. Menurut pendapat yang lain bahwa thaharah berarti bersih, suci, terbebas dari kotoran. Sedangkan menurut syara’ thaharah ialah mengangkat penghalang yang timbul dari hadast atau najis. Dengan demikian thaharah syar’i terbagi menjadi dua macam yaitu thaharah dari hadast dan thaharah dari najis.
Najis adalah kotoran. Setiap najis pastilah kotor tetapi tidak setiap kotoran termasuk najis. Najis terbagi tiga macam yaitu:
a.       Najis Mughanizah: yaitu najis yang berat, yakni najis yang timbul dari anjing dan babi.
b.      Najis Mukhallaf, ialah najis yang ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang umurnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
c.       Najis Mutawassithah (sedang), yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang, air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia) dan najis-najis yang lain selain yang tersebut ini dapat dibagi menjadi 2 bagian:
a.       Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian menyiramnya dengan air sampai bersih.
b.      Najis hukmiyah: yaitu najis yang tidak terwujud bendanya, seperti bekas kencing, arak yang sudah kering. Caranya mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
2)      Saran
      Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengharap semoga bermanfaat  bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan dan pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Ash-shiddieqy, Hasbi, Hukum-hukum Fiqh Islam. 1970. Jakarta. Bulan bintang.
Mubarok, Jaih, Modifikasi Hukum Islam. 2002. Jakarta. PT Raja Grafindo.
Dainuri, Muhamad, Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam. 1996. Magelang. Sinar Jaya Offset.
Darajat, Zakiah, dkk. Ilmu Fiqh. 1983. Jakarta. IAIN Jakarta.
Hajar Asqalani, Ibnu, Bulughul Maram, terj. Muh. Syarief Sukandy. 1986. Bandung. Al-Ma’arif.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
Rabih Qoromi, Zuhair, Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan, Al-Istisyfa’ bis Sholat.
Rifa’I , Moh., Risalah Tuntutan Shalat Lengkap. 2012. Semarang. PT. Karya Toha Putra.
Sa’adi, Adil, dkk, Fiqhun nisa’_Thaharoh sholat. 2008. Jakarta Selatan. PT Mizan Publika.
Saleh, Hasan, Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer. 2008. Jakarta. Rajawali.
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam. 2006. Surabaya. elKAF.
Van Hoeve, Ichtiar ensiklopedi islam. 2003. Jakarta. Ikrar Mandiriabadi.
Zaini, Muhammad, Pengembangan kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. 2006. Surabaya. elKAF.



[1] Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi, (Surabaya: elKAF, 2006), hlm.1.
[2] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), 27-29.
[3] Muhammad Zaini, Pengembangan kurikulum... ,hlm. 1-2.
[4] PT Ichtiar Van Hoeve ensiklopedi islam, Jakarta,  ikrar mandiriabadi ,2003, 155.
[5] Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.
[6] Ibnu Hajar Asqalani, Bulughul Maram, terj. Muh. Syarief Sukandy, Bandung : Al-Ma’arif, 1986, hlm. 77
[7] Moh. Rifa’i Risalah Tuntutan Shalat Lengkap, Semarang, PT. Karya Toha Putra, 2012, 13.
[8] Ibid, 14.
[9] Ibid, 15.
[10] Ibid, 16.
[11] Ibid, 17.
[12] Adil sa’adi dkk, Fiqhun nisa’_Thaharoh sholat, (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika,2008)h.26
[13] Moh. Rifa’i. Risalah Tuntutan Shalat Lengkap…,18.
[14] Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983), h.41-49
[15] Zuhair Rabih Qoromi Dinukil dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan, Al-Istisyfa’ bis Sholat, hal. 275, 282.
[16] Muhamad Dainuri,Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam(Magelang :Sinar Jaya Offset,1996)h.18-19
[17] Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi& Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Rajawali, 2008), h. 47-48
[18]Hasbi Ash-shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1970), h.34
[19] Zakiah Drajat, dkk. Ilmu Fiqh. (Jakarta: IAIN Jakarta, 1983), h.71
[20] Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h.81-82.

1 komentar: