BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ketika kita
menggali kembali apa yang terpikir di masa Yunani Kuno, tidaklah mungkin untuk
mengetahui dengan sepenuhnya apa yang menjadi bentuk pikiran orang-orang Barat
sekarang. Kita perlu mengetahui pemikiran dari tokoh Yunani, diantaranya
Socrates. Masa hidupnya sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena, Yunani.
Seiring dengan perjalanan usia, ia melihat kota Athena mulai mundur setelah
mencapai puncak kegemilangan. Pribadinya sangat mengesankan, demikian adil, ia
tidak pernah memuaskan keinginan hawa nafsu dengan cara merugikan kepentingan
umum. Socrates juga memilki sifat yang cerdik, ia tidak pernah khilaf dalam
menimbang baik dan buruk. Kehidupannya sederhana, tidak ambisius, saleh,
periang dengan penampilan tenang, sikap salehnya beriring dengan prilaku yang
tangkas dan lucu. Kepribadian dengan budi pekerti yang tinggi, membuat pemuda
Athena sangat cinta padanya. Hal yang unik dalam diri Socrates, bagi para
muridnya adalah selalu bertanya, sungguh-sungguh selalu bertanya, sebab ia
banyak tahu. Ia juga berbicara dengan banyak orang, dengan siapa saja termasuk
dengan pelukis, tukang, prajurit, ahli perang sampai politisi. Socrates
menjadikan kita untuk berdialog, berdialog dengan diri kita, berdialog dengan
apa yang dilahirkan dari pandangan oran lain, dan berdialog dengan apa dilihat
dan temukan dalam fenomena kehidupan. Etika yang dikemukakannya adalah etika
yang ditampilkan dalam kehidupannya, dalam membangun komunikasi pada tataran
kehidupan sosialnya. Impilkasinya tentu terhadap cara pandangnya dalam
berpolitik, semua itu pada akhirnya merefleksikan kejujurannya untuk mengatakan
”tidak” dalam bersinggungan dengan kekuasaan dan politis, walaupun harus
menelan risiko terdalam ”sebuah kematian” sekaligus sebagai ”martir” membela
keyakinannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
definisi dari kaum sofis?
2.
Bagaimana
factor timbulnya sofistik?
3.
Siapakah
Socrates itu?
4.
Apa
alur pemikiran atau ajaran Socrates?
5.
Siapa
pengikut- pengikut Socrates?
6.
Bagaimana
perubahan pemikiran filsafat dari alam ke manusia?
C.
TUJUAN
MASALAH
1.
Untuk
mengetahui definisi kaum sofis.
2.
Untuk
mengetahui factor timbulnya sofistik.
3.
Untuk
mengetahui siapa Socrates itu.
4.
Untuk
mengetahui alur pemikiran atau ajaran Socrates.
5.
Untuk
mengetahui siapa pengikut- pengikut Socrates.
6.
Untuk
mengetahui perubahan pemikiran filsafat dari alam ke manusia.
D.
BATASAN
MASALAH
Dalam makalah ini,kami membatasi pembahasan mengenai filsafat Umum
yang hanya membahas tentang kaum sofis,Socrates dan . Dengan demikian kami
berharap pembahasan ini hanya terfokus pada tema tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kaum Sofis
Kaum Sophis
merupakan orang-orang pandai yang berfilsafat mendalam. Kelompok ini juga
merupakan pengajar-pengajar retorika yang profesional, sebuah kajian yang mereka
sebut amat membantu para pemuda dalam bersiap menghadapi tantangan dan
kesempatan dari kehidupan bernegara, terutama kehidupan sebagai warga negara
Athena yang bersifat kerajaan dan demokratis.[1]
Kelompok Sophis
tidak bisa berbicara untuk diri mereka sendiri, meraka adalah pengarang yang
produktif, tetapi hanya sedikit dari karya mereka yang bisa bertahan. Di zaman
ketika kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti kehidupan binatang
yang dikuasai oleh hukum alam, zaman ketika kebaikan tidak mendapat
penghargaan, ataupun hukuman bagi yang jahat. Kemudian Kaum Sophis berpikir
bahwa manusia membuat hukum untuk menghukum, sehingga keadilan akan berkuasa
dan siapapun yang berbuat salah akan dihukum.
Sampai disini
ternyata hukum hanya berhasil mencagah manusia melakukan kekerasan secara
terbuka, tetapi mereka tetap melakukannya secara sembunyi-sembunyi, maka orang
yang berfilsafat tersebut berfikir untuk pertama kalinya bahwa orang-orang yang
pandai (sophos) dan licik menciptakan ketakutan terhadap dewa, sehingga
orang jahat memiliki ketakutan meskipun perbuatan atau kata-katanya dilakukan
secara tersembunyi. Dengan demikian ia memperkenalkan ide sesuatu yang maha
kuasa, dengan mengatakan bahwa ada sesuatu yang suci, yang penuh dengan
kekuatan abadi, yang bisa mendengar, melihat, berpikir dan mengatur segala
sesuatunya dengan kekuatannya.[2]
Sophos
kita, bukannya
secara sembunyi-sembunyi berusaha mengejar kepentingan diri sendiri yang tidak
sah, justru mencegah pegejaran kepentingan diri yang tidak sah oleh orang lain,
ia mendapatkan kebaikan bersama bukan kemashuran diri, mewujudkan moral dimana
pemikiran jahat dapat ditindas.
Mekarnya
pendidikan sophistik menyaksikan kemunculan dari refleksi sistematis dan
argumentasi dalam isu politik yang luas, yang dilakukan murni dalam pemahaman
manusia. Gerakan sophistik terdiri dari matriks yang sangat masuk akal untuk
perkembangan ini. Di sisi lain penyelidikan yang kritis muncul pada abad ke-5
memantapkan diri dalam dunia Yunani sebagai sebuah keutuhan. Disana hanya ada
sedikit alasan untuk menganggap bahwa hanya sophis atau murid-murid mereka yang
mampu secara intelektual menanggapi revolusi kembar dalam politik Yunani yang
dipengaruhi oleh bangsa Athena.[3] Abad
ke-5 umat manusia dapat diselamatkan dari kondisi kebinatangannya dimana ia
pertama kalinya menemukannya sendiri dengan mendapatkan berbagai unsur
peradaban. Sebuah kata kunci disini adalah techne, sebuah ‘seni’atau
‘keterampilan’, yang menunjukkan aplikasi dari pemikiran untuk menguasai sebuah
bidang aktifitas dari keuntungan praktis untuk umat manusia secara keseluruhan.
B.
Faktor
munculnya Sofistik
Adanya kaum
sofis ini ada beberapa factor atau sesuatu yang melatar belakangi, antara lain
yaitu:
1.
Sesudah
perang Parsi selesai 9tahun 449 SM, Athena berkembang pesat dalam bidang
politik dan ekonomi dan menjadi pusat seluruh dunia Yunani. Sampai saat
ituAthena belum mengambil baian dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang sedang
berkembang. Tetapi Athena sebagai pusat kultural yang baru mempunyai daya tarik
khusus untuk kaum sofis.
2.
Kebutuhan
akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada waktu itu dan bahasa
merupakan alat politik yang terpenting dalam masyarakat Yunani, sukses tidaknya
dalam bidang politik tergantung pada kemahiran berbahasa. Di Athena, yang
sekarang mengalami puncaknya sebagai polis yang tersusun dengan cara
demokratis. Itulah sebabnya tidak mengherankan bahwa orang muda merasakan
kebutuhan akan pendidikan dan pembinaan. Sampai saaat ini pendidikan di Athena
tidak melebihi pendidikan elementer saja. Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan
pendidikan lebih lanjut, mereka mengajarkan ilmu matematika, astronomi, dan
terutama tata bahasa. Dan kaum Sofis mempunyai jasa besar dalam mengembangkan
ilmu retorika atau ilmu berpidato. Jadi, kaum Sofis adalah pertama kali dalam
sejarah menggelar pendidikan untuk orang muda. Itulah salah satu jasa besar
sekali yang pengaruhnya masih berlangsung terus sampai dalam kebudayaan modern.
3.
Karena
pergaulan dengan banyak negara asing, orang Yunani mulai menginsyafi bahwa
kebudayan mereka berlainan dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Kebudayaan Yunani
terletak di tengah kebudayaan-kebudayaan yang coraknya sangat berlainan.[4]
C.
Biografi
Socrates
Socrates adalah filsuf dari Athena, Yunani. Merupakan salah satu figur dalam
tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM wafat pada
tahun 399 S.M.. Tidak ada perbedaan (ikhtilaf) mengenai tahun wafatnya
Socrates. Soctrates merupakan generasi pertama dari 3 ahli "filsafat
besar" kelahiran Yunani; yakni Socrates (470-399 S.M.), Plato (427-347
S.M.), dan Aristoteles (384-322 S.M.). Socrateslah yang mengajarkan kepada
Plato. Hingga pada gilirannya, Plato juga mengajarkan kepada Irsathotholees
alias Aristoteles. Dengan kata lain, Plato adalah murid Socrates, dan
Aristoteles adalah murid Plato.[5] Jadi,
nisbat antara Aristoteles dengan Socrates adalah "cucu murid".
Socrates adalah anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat
patung dari batu (stone mason) bernama SOPHRONISCUS. Dan
dari seorang ibu yang bernama PHAINARETE. Ibunda Socrates, yakni Phainarete,
adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai bidan.[6] dari
sinilah Socrates mulai "menanamkan" metode berfilsafatnya, yang
selanjutnya dengan menggunakan "metode kebidanan". Socrates beristeri
seorang perempuan yang bernama XANTIPPE, dan dikaruniai 3 orang
anak. Secara historis, filsafat yang dibawakan Socrates ini banyak
"mengandung" dan "mengundang" pertanyaan. Mengapa ? Sebab
Socrates sendiri juga tidak pernah diketahui menuliskan apa saja buah
pikirannya. Namun, apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates, pada
dasarnya adalah berasal dari catatan-catatan yang dikumpulkan dan
didokumentasikan oleh beberapa muridnya, yakni PLATO (427-347
S.M.), XENOPHONE (430-357 S.M.), dan beberapa murid Socrates
lainnya. Yang paling terpopuler, di antaranya adalah Socrates dalam dialog
Plato, di mana Plato ini selalu memakai nama gurunya itu sebagai "tokoh
utama" dalam karya-karyanya (barangkali ta'dziman watakriman),
sehingga sangat sulit untuk dapat membedakan dan memisahkan antara mana gagasan
Socrates yang sesungguhnya, dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut
Socrates. Sedangkan nama Plato sendiri hanya muncul 3 kali dalam karya-karyanya
sendiri, yakni 2 kali dalam Apologi dan 1 kali dalam Phaedrus.
(Kendatipun demikian, jangan dii'tikadkan bahwa Plato cuma copy-paste
dari gagasan-gagasan Socrates).
Konon katanya, Socrates dikenal sebagai seorang laki-laki yang tidak
tampan, tidak ganteng, tidak keren, dan tidak macho. Ia juga selalu
berpakaian yang sederhana dan apa adanya. Bahkan tidak pernah terlihat memakai alas
kaki pada saat ia berkeliling mendatangi masyarakat Athena, Yunani,
yang katanya untuk "mendiskusikan" soal filsafat.
D.
Alur
Pemikiran Socrates
Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang makna
hidupnya. Misalnya pertanyaan ini: Apakah tujuan hidup itu?” atau “ Untuk apa aku
peroleh dan mempunyai ilmu pengetahuan?”. Khusus tentang fungsi Kongrit
filsafat dan ilmu pengetahuan, yang mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran
dipandang tidak banyak memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya
melayang-layang di awang-awang. Benarkah demikian?. Tentu saja banyak sekali
variasi jawaban dari dua peryataan di atas, tergantung latar belakang kehidupan
dan pendidikan serta pandangan dunianya. Pada masa yunani kuno,
pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab oleh Socrates. Socrates kerap
disebut jarang mempunyai ajarannya sendiri yang tertulis. Kebanyakan orang
lebih menekankan pada metode kebidanan dan ironinya yang mengusik status quo
ketika itu hingga ia dihukum mati. Untuk mengetahui ajaran Socrates , orang
banyak bersandar pada plato, muridnya. Atau walupun ada ajaran aslinya, namun
telah bercampur baur dengan pandangan murid-muridnya, terutama Plato.[7]
Seperti para sofis pada zamannya ia memberikan pengajaran kepada
rakyatnya dan mengarahkan perhatiannya pada manusia. Perbedaannya dengan kaum
sofis, Socrates tidak memungut biaya apapun, menolak relatifisme dan yakin ada
kebenaran obyektif dan juga tidak mendorong orang mengikuti pemikirannya
melainkan hanya mendorong orang untuk mengetahui dan menyadari dirinya sendiri.
Metode yang digunakn cukup unik dan mengusik ketentraman penguasa ketika itu.
Ia bukannya mengajarkan atau menjawab sesuatu, tetapi bertanya hal-hal mengenai
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari yang sebelumnya jarang dipertanyakan.
Secara induktif, ia menanyakan definisi umum tentang sesuatu, misalnya apakah
keadilan itu? Apakah kedermawanan itu? Metode ini adalah metode kebidanan
dimana Socrates hanya membantu membidani kelahiran gagasan murid-muridnya saja.
Metode ini memakai gaya ironi di mana sengaja ia menanyakan hal-hal yang
membingungkan sehingga penjawabnya menjawab hal yang bertentangan. Inilah
dialektikanya.
Jawaban mereka
pertama-tama dianalisis dan disimpulkan dalam bentuk hipotesa, hipotesa itu
dipertanyakan lagi dan dianalisis lagi oleh penjawab. Demikian seterusnya.
Socrates melakukan itu semua tujuannya adalah untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang diajukan Dewa Apollo di Orakel Delphi : bahwa tidak ada yang
lebih bijaksana dari Socrates, maka ia pun mulai bertanya-tanya. Akhirnya
Socrates menyadari bahwa dirinya bijaksana karena ia tahu bahwa ia tidak tahu.
Secara sistematis, alur pemikiran Socrates dapat digambarkan sebagai berikut
Secara sistematis, alur pemikiran Socrates dapat digambarkan sebagai berikut
1.
Tujuan
hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan (eaudaemonia).
2.
Kebahagiaan
dapat diperoleh dengan keutamaan (arate).
3.
Untuk mengetahui apa dan bagaimana arate kita
itu, harus kita ketahui dengan pengetahuan (episteme).
4.
Jadi
keutumaan (arate) adalah pengetahuan (episteme).
Bagi
Socrates, jiwa manusia adalah karena inti sari manusia, hakekat manusia sebagai
pribadi yang bertanggungjawab. Oleh karena itulah manusia wajib mengutamakan
kebahagiaan jiwanya (eaudaimonia, memiliki jiwa yang baik), lebih dari
kebahagiaan lahiriah seperti kesehatan dan kekayaan. Jadi, hidup saja tidak
cukup, tetapi hidup yang baik adalah bagi jiwa. Jika tujuan hidup baginya
adalah bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan.
Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalani melalui percakapan-percakapan, sehingga metode yang digunakannya biasanya disebut metode dialog karena dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif.[8]
Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalani melalui percakapan-percakapan, sehingga metode yang digunakannya biasanya disebut metode dialog karena dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif.[8]
Socrates mencetuskan istilah-istilah
sofis, sofisme, dialetika cara berfikir induksi. Pemikirannya mementingkan
eudaimonia (keluhuran budi) pandangannya berbunyi” keutamaan adalah pengetahuan
”. Menurut Socrates, istilah filsafat berasal dari philos (teman) dan sophia
(wisdom). Ini benar-benar peristiwa traumatik dalam sejarah filsafat. Pada saat
Socrates dihukum mati karena ”merusak pikiran generasi muda”, Athena merupakan
negara kota (atau polis) yang paling demokratis adalah Yunani, dan Socrates
telah mencapai reputasi sebagai salah satu filsuf terbesar. Sejak saat itu,
Socrates menjadi contoh bagi pemikir yang membela ideal, tinggi dan sekaligus
mejadi tealadan cita-cita itu. Di antara berbagai hal lain Socrates mengajarkan
bahwa kebajikan adalah hal yang paling berharga diantara semua yang dimilik
seseorang, bahwa kebenaran terletak di luar ” bayang-bayang” pengalaman kita
sehari-hari, dan bahwa kebenaran adalah tugas yang tepat bagi filsuf untuk
menunjukkan betapa sedikitnya hal yang benar-benar kita ketahui. Sering
dikatakan bahwa dia mati untuk memberikan contoh bagi kebajikan-kebajikan itu
sehingga Socrates tidak menghianati ide-ide yang telah diajarkan sebegitu lama
dan sebegitu bagus.
Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah dirimu sendiri". Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Dalam Apologia, Socrates menerangkan kepada hakim- hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan warga Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan keehatan, kekayaan, kehormatan atau hal- hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa.[9]
Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah dirimu sendiri". Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Dalam Apologia, Socrates menerangkan kepada hakim- hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan warga Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan keehatan, kekayaan, kehormatan atau hal- hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa.[9]
Socrates
berkata dalam Apologia, "Hidup yang tidak dikaji" adalah hidup yang
tidak layak untuk dihidupi. Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila
disoroti pertanyaan yang rasional dapat menjawab secara rasional pula. Menurut
Socrates, hakekat manusia tidak ditentukan oleh tambahan-tambahan dari luar, ia
semata-mata tergantung pada penilaian diri atau pada nilai yang diberikan
kepada dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada manusia adalah
kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan bahkan kesehatan atau
kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron).
E. Pengikut- Pengikut Socrates
Sudah kita
katakana bahwa sokrates tidak menyajikan suatu ajaran sistematis dan tidak
menyajikan suatu ajaran sistematis dan tidak mempunyai murid dalam arti kata
yang sebenarnya. Ia juga tidak mendirikan suatu mazhab. Ia hanya mengajak
pengikut- pengikutnya suoaya mereka sendiri berfilsafat. Sesudah kematian
Socrates, mereka semua menempuh jalan masing- masing. Tetapi diantara mereka tidak ada
seorang pun yang sebanding dengan Plato selaku filsuf dan sastrawan. Oleh sebab
itu, menurut suatu tradisi dalam sejarah filsafat, pengikut-pegikut Sokrates –
selain dari Plato- ditunjukkan dengan nama “The minor Socratics” artinya
pengikut-pengikut yang kecil. Maksudnya bahwa hanya Plato boleh dipandang
sebagai pengikut Sokrates yang “besar”. Pengikut-pengikut kecil itu meneruskan beberapa aspek dari
filsafat Sokrates, tetapi mereka juga dipengaruhi oleh aliran-aliran lain,
khususnya mazhab Elea dan kaum Sofis. Di sini kita hanya memandang nama-nama
yang terpenting beserta beberapa pokok ajaran yang mencolok.
a.
Mazhab Megara
Mazhab ini didirikan oleh pengikut Sokrates yang bernama Eukleides
dari Megara (ca. tahun 450-380). Ia mencoba memperdamaikan “yang ada” dari
mazhab Elea dengan “yang baik”dari Sokrates.
b.
Mazhab Elis dan Eretria
Phaidon dari Elis adalah kawan sewaktu Plato, tetapi lebih muda
dari dia. Plato memakai namanya untuk dialog yang mempercakapkan hari terakhir
Socrates dalam penjara. Rupanya Phaidon terutama mengajar mengenai
persoalan-persoalan dalam bidang etika. Menedemos dari Eretria adalah murid
Phaidom. Kemudian ia mendirikan suatu mazhab di kota Eretria. Rupanya ia
terutama menaruh perhatiannya kepada persoalan-persoalan berhubungan dengan
dialektika.
c.
Mazhab Sinis (The Cynic School)
Tokoh utama ialah Aristoteles (ca.
tahun 455-360). Ia mengajar dalam gymnasion di Athena yang bernama Kynosarges
(tempat latihan anjing). Karena itu dan juga karena mereka menolak adat
istiadat yang tradisional, pengikut-pengikut mazhab ini diberi julukan kynikoi
yang berasal dari kata yunani kyon (anjing). Kata-kata inggris
seperti “cynism”, “cynic” dan “cynical” diturunkan dari nama julukan tadi.
Antisthenes adalah murid Gorgias dan kemudian ia menjadi salah satu pengikut
Socrates yang paling setia. Dalam bidang dialektika ia menentang teori Plato
mengenai ide-ide yang berdiri sendiri. Dalam bidang etika ia beranggapan bahwa
manusia mempunyai keutamaan, bila ia tahu melepaskan diri dari barang jasmani
dan segala macam kesenangan, seperti telah dipraktekkan oleh Socrates. Karena
kesenangan adalah musuh terbesar bagi orang yang ingin hidup bahagia. Seorang
bijaksana tidaklah tergantung dari sesuatu pun dan akibatnya hidup swasembada.
Diogenes dari sinope (ca. tahun 400-325) berpendapat
bahwa praktek hidup Antisthenes tidak sesuai dengan ajarannya. Dan ia sendiri
mulai hidup secara konsekuen menurut prinsip-prinsip sinisme. Di kemudian hari
ia terkenal karena cara hidupnya yang mengabaikan segala adat istiadat yang
berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Banyak legenda telah diceritakan mengenai
Diagones ini, antara lain bahwa ia memilih sebuah tong sebagai tempat
kediamannya.
d. Mazhab Hedonis
Aristippos (ca. tahun 435-355) adalah murid
Sokrates yang dianggap sebagai pendiri Mazhab Kyrene. Mazhab ini juga dinamakan
mazhab Hedonis, karena ajarannya dalam bidang etika. Aristippos dan
murid-muridnya menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan tidak lain daripada
mencari “yang baik”. Tetapi mereka menyamakan “yang baik” itu dengan kesenangan
(hedone). Artippos menerangkan lagi
bahwa maksudnya ialah kesenangan badani dan bukan saja kesenangan rohani. Dari
sebab ini pendirian ini disebut “hidonisme”. Akan tetapi seorang bijaksana
tidak akan mengejar kesenangan tanpa batas, karena kesenangan yang tak terbatas
pada akhirnya menyebabkan kesusahan.yang harus dikejar ialah maksimum
kesenangan yang disertai oleh minimum kesusahan. Rasio manusia bertugas
menentukan maksimum dan minimum itu. Jadi, dalam perspiktif hedonisme,
pengendalian diri dan pertarakan perlu sekali untuk mencapai cara hidup yang
ideal. Biarpun sinisme Antisthenes dan hedonisme Aristippos bertolak dari
prinsip-prinsip yang sama sekali berlainan, namun dalam praktek kedua pendirian
tidak berbeda besar.[10]
F.
Perubahan Pemikiran Filsafat dari Alam ke Manusia
Filsafat seringkali disebut oleh sejumlah pakar
sebagai induk dari ilmu-ilmu. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha
untuk menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara
tepat dan lebih memadai. Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena
adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang
secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan. Masing-masing cabang pada
tahap selanjutnya melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri
dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Perkembangan ilmu
pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru dengan
berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru
kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari
ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan
patokan-patokan serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.[11]
Dalam kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa
perjalanan manusia telah mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan. Sejak
zaman kuno, pertengahan dan modern sekarang ini telah melahirkan sebuah cara
pandang terhadap gejala alam dengan berbagai variasinya. Proses perkembangan
dari berbagai fase kehidupan primitip–klasik dan kuno menuju manusia modern
telah melahirkan lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing
zaman. Disinilah pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari
mitologi oriented pada satu arah menuju pola pikir ilmiah ariented, perubahan
dari pola pikir mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan.
Corak dari pemikiran bersifat mitologis (keteranganya didasarkan atas mitos dan
kepercayaan saja) terjadi pada dekade awal sejarah manusia. Namun setelah
adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM),
Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Heraklitos (535-475 SM),
Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran
filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahanya diikuti oleh proses
demitologisasi menuju gerakan logosentrisme. Demitologisasi tersebut disebabkan
oleh arus besar gerakan rasionalisme, empirisme dan positivisme yang dipelopori
oleh para pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan
manusia pada tataran era modernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah.
Di zaman ketika
kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti kehidupan binatang yang dikuasai oleh hukum
alam, zaman ketika kebaikan tidak mendapat penghargaan, ataupun hukuman bagi
yang jahat. Kemudian manusia berfikir dan membuat hukum (nomoi) untuk menghukum, sehingga keadilan (dike) akan berkuasa (turannos).
Siapapun yang berbuat salah akan dihukum. Selanjutnya, karena hukum hanya berhasil
mencegah manusia melakukan kekerasan yang terbuka, tetapi mereka tetap
melakukannya sembunyi-sembunyi, kemudian berfikir lagi untuk pertama kalinya
bahwa orang-orang yang pandai (sophos)
dan licik menciptakan ketakutan terhadap dewa, sehingga orang jahat memiliki
ketakutan meskipun perbuatan atau kata-katanya dilakukan secara tersembunyi.
Dengan demikian orang-orang pandai (sophos)
memperkenalkan ide sesuatu yang maha kuasa, dengan mengatakan bahwa ada sesuatu
yang suci, yang penuh dengan kekuatan abadi, yang bisa mendengar, melihat,
berfikir dan mengatur segala sesuatunya dengan kekuatannya (phusis). Manusia bisa mendengar segala
sesuatu yang dikatakan oleh makhluk yang tidak abadi dan melihat apa yang
mereka perbuat, dan jika merencanakan sesuatu yang jahat secara
sembunyi-sembunyi, hal ini tidak akan tersembunyi bagi para dewa. Karena
fikiran manusia akan dimengerti oleh para dewa.
Dengan cerita
seperti ini memperkenalakan pelajaran yang paling memuaskan, menyembunyikan
kebenaran dengan sebuah false account.
Para dewa mendiami sebuah tempat yang amat ditakuti manusia, agar mereka tahu
dari sanalah makhluk tidak abadi memiliki ketakutan dan juga mengambil
keuntungan dari kehidupan mereka yang pahit dari atas langit, darimana ia
melihat ada petir, raungan topan yang mengerikan dan cahaya surga yang
menakutkan, sulaman waktu yang menakjubkan, perajin yang terampil (sophos). Dan kemudian datanglah bintang
yang bercahaya, serta guyuran air yang dikirim ke bumi. Dengan ketakutan
seperti ini dewa mengepung manusia, dan memadamkan ketiadaan hukum (anomia) dengan hukum (nomoi). Dengan demikian para ahli filsuf
berfikir seseorang yang pertama kali membujuk makhluk tidak abadi untuk
mempercayai (nomizien) bahwa terdapat
perlombaan para dewa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di zaman ketika kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti
kehidupan binatang yang dikuasai oleh hukum alam. Kemudian Kaum Sophis berpikir
bahwa manusia membuat hukum untuk menghukum, sehingga keadilan akan berkuasa
dan siapapun yang berbuat salah akan dihukum.
Faktor munculnya Sofistik:
1.
Athena berkembang pesat dalam
bidang politik dan ekonomi dan menjadi pusat seluruh dunia Yunani.
2.
Kaum Sofis memenuhi kebutuhan
akan pendidikan lebih lanjut, mereka mengajarkan ilmu matematika, astronomi,
dan terutama tata bahasa
3.
Karena pergaulan dengan banyak negara asing,
orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayan mereka berlainan dengan
kebudayaan-kebudayaan lain.
SOCRATES
Socrates adalah filsuf dari Athena,
Yunani. Beliau lahir di Athena pada tahun 470 S.M dan wafat pada tahun 399 SM.
Beliau merupakan guru dari Plato.
Alur pemikiran Socrates digambarkan sebagai berikut:
1.
Tujuan hidup manusia adalah
memperoleh kebahagiaan (eaudaemonia).
2.
Kebahagiaan dapat diperoleh
dengan keutamaan (arate).
3.
Untuk mengetahui apa dan
bagaimana arate kita itu, harus kita ketahui dangan pengetahuan
(episteme).
4.
Jadi keutamaan arate
adalah pengetahuan (episteme).
Menurut suatu tradisi dalam sejarah
filsafat, pengikut - pengikut Socrates - selain dari Plato - ditunjukkan dengan
nama “the minor Socratics”. Antara lain:
1. Mazhab Megara.
2. Mazhab Elis dan Eritria.
3. Mazhab Sinis.
4. Mazhab Hedonis
B. KRITIK DAN SARAN
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengharap semoga
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan
umumnya bagi pembaca.Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi
perbaikan dan pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens,
Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta :
Kanisius, 1999.
Schofield, Rowe, Sejarah Pemikiran Politik Yunani dan Romawi, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2001.
Syadali,
Ahmad, Filsafat Umum, Bandung :
Pustaka Setia, 2004.
Tafsir,
Ahmad, Filsafat Umum, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2010.
Teguh,
pengantar Filsafat Umum, Surabaya :
eLKAF, 2005.
http://ulfathoriq.tumblr.com/post/15658645171/filsafat-alam-socrates-plato-aristoteles, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012, pukul 18.52.
[1] Rowe, Schofield, Sejarah Pemikiran Politik Yunani dan Romawi, Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2001, 106.
[2] Ibid, h. 103.
[3] Ibid, h. 109.
[4] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius,
1999,hal. 84
[5] Ahmad tafsir, Filsafat Umum, Bandung, pt remaja rosdakarya,
1990, hal. 53
[6] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius,
1999,hal. 99
[7] Teguh, Pengantar Filsafat Umum, Surabaya, eLKAF, 2005,
hal.38
[8] K.Bertens, sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius,
1999,hal. 108
[9] Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Bandung, CV PUSTAKA SETIA,
2004, hal. 67
[10] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius,
1999,hal. 112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar