Jumat, 24 Mei 2013

Filsafat Umum


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Ketika kita menggali kembali apa yang terpikir di masa Yunani Kuno, tidaklah mungkin untuk mengetahui dengan sepenuhnya apa yang menjadi bentuk pikiran orang-orang Barat sekarang. Kita perlu mengetahui pemikiran dari tokoh Yunani, diantaranya Socrates. Masa hidupnya sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena, Yunani. Seiring dengan perjalanan usia, ia melihat kota Athena mulai mundur setelah mencapai puncak kegemilangan. Pribadinya sangat mengesankan, demikian adil, ia tidak pernah memuaskan keinginan hawa nafsu dengan cara merugikan kepentingan umum. Socrates juga memilki sifat yang cerdik, ia tidak pernah khilaf dalam menimbang baik dan buruk. Kehidupannya sederhana, tidak ambisius, saleh, periang dengan penampilan tenang, sikap salehnya beriring dengan prilaku yang tangkas dan lucu. Kepribadian dengan budi pekerti yang tinggi, membuat pemuda Athena sangat cinta padanya. Hal yang unik dalam diri Socrates, bagi para muridnya adalah selalu bertanya, sungguh-sungguh selalu bertanya, sebab ia banyak tahu. Ia juga berbicara dengan banyak orang, dengan siapa saja termasuk dengan pelukis, tukang, prajurit, ahli perang sampai politisi. Socrates menjadikan kita untuk berdialog, berdialog dengan diri kita, berdialog dengan apa yang dilahirkan dari pandangan oran lain, dan berdialog dengan apa dilihat dan temukan dalam fenomena kehidupan. Etika yang dikemukakannya adalah etika yang ditampilkan dalam kehidupannya, dalam membangun komunikasi pada tataran kehidupan sosialnya. Impilkasinya tentu terhadap cara pandangnya dalam berpolitik, semua itu pada akhirnya merefleksikan kejujurannya untuk mengatakan ”tidak” dalam bersinggungan dengan kekuasaan dan politis, walaupun harus menelan risiko terdalam ”sebuah kematian” sekaligus sebagai ”martir” membela keyakinannya.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana definisi dari kaum sofis?
2.      Bagaimana factor timbulnya sofistik?
3.      Siapakah Socrates itu?
4.      Apa alur pemikiran atau ajaran Socrates?
5.      Siapa pengikut- pengikut Socrates?
6.      Bagaimana perubahan pemikiran filsafat dari alam ke manusia?
                                                 
C.  TUJUAN MASALAH
1.      Untuk mengetahui definisi kaum sofis.
2.      Untuk mengetahui factor timbulnya sofistik.
3.      Untuk mengetahui siapa Socrates itu.
4.      Untuk mengetahui alur pemikiran atau ajaran Socrates.
5.      Untuk mengetahui siapa pengikut- pengikut Socrates.
6.      Untuk mengetahui perubahan pemikiran filsafat dari alam ke manusia.

D.  BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini,kami membatasi pembahasan mengenai filsafat Umum yang hanya membahas tentang kaum sofis,Socrates dan . Dengan demikian kami berharap pembahasan ini hanya terfokus pada tema tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kaum Sofis
Kaum Sophis merupakan orang-orang pandai yang berfilsafat mendalam. Kelompok ini juga merupakan pengajar-pengajar retorika yang profesional, sebuah kajian yang mereka sebut amat membantu para pemuda dalam bersiap menghadapi tantangan dan kesempatan dari kehidupan bernegara, terutama kehidupan sebagai warga negara Athena yang bersifat kerajaan dan demokratis.[1]
Kelompok Sophis tidak bisa berbicara untuk diri mereka sendiri, meraka adalah pengarang yang produktif, tetapi hanya sedikit dari karya mereka yang bisa bertahan. Di zaman ketika kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti kehidupan binatang yang dikuasai oleh hukum alam, zaman ketika kebaikan tidak mendapat penghargaan, ataupun hukuman bagi yang jahat. Kemudian Kaum Sophis berpikir bahwa manusia membuat hukum untuk menghukum, sehingga keadilan akan berkuasa dan siapapun yang berbuat salah akan dihukum.
Sampai disini ternyata hukum hanya berhasil mencagah manusia melakukan kekerasan secara terbuka, tetapi mereka tetap melakukannya secara sembunyi-sembunyi, maka orang yang berfilsafat tersebut berfikir untuk pertama kalinya bahwa orang-orang yang pandai (sophos) dan licik menciptakan ketakutan terhadap dewa, sehingga orang jahat memiliki ketakutan meskipun perbuatan atau kata-katanya dilakukan secara tersembunyi. Dengan demikian ia memperkenalkan ide sesuatu yang maha kuasa, dengan mengatakan bahwa ada sesuatu yang suci, yang penuh dengan kekuatan abadi, yang bisa mendengar, melihat, berpikir dan mengatur segala sesuatunya dengan kekuatannya.[2]
Sophos kita, bukannya secara sembunyi-sembunyi berusaha mengejar kepentingan diri sendiri yang tidak sah, justru mencegah pegejaran kepentingan diri yang tidak sah oleh orang lain, ia mendapatkan kebaikan bersama bukan kemashuran diri, mewujudkan moral dimana pemikiran jahat dapat ditindas.
Mekarnya pendidikan sophistik menyaksikan kemunculan dari refleksi sistematis dan argumentasi dalam isu politik yang luas, yang dilakukan murni dalam pemahaman manusia. Gerakan sophistik terdiri dari matriks yang sangat masuk akal untuk perkembangan ini. Di sisi lain penyelidikan yang kritis muncul pada abad ke-5 memantapkan diri dalam dunia Yunani sebagai sebuah keutuhan. Disana hanya ada sedikit alasan untuk menganggap bahwa hanya sophis atau murid-murid mereka yang mampu secara intelektual menanggapi revolusi kembar dalam politik Yunani yang dipengaruhi oleh bangsa Athena.[3] Abad ke-5 umat manusia dapat diselamatkan dari kondisi kebinatangannya dimana ia pertama kalinya menemukannya sendiri dengan mendapatkan berbagai unsur peradaban. Sebuah kata kunci disini adalah techne, sebuah ‘seni’atau ‘keterampilan’, yang menunjukkan aplikasi dari pemikiran untuk menguasai sebuah bidang aktifitas dari keuntungan praktis untuk umat manusia secara keseluruhan.
B.     Faktor munculnya Sofistik
Adanya kaum sofis ini ada beberapa factor atau sesuatu yang melatar belakangi, antara lain yaitu:
1.      Sesudah perang Parsi selesai 9tahun 449 SM, Athena berkembang pesat dalam bidang politik dan ekonomi dan menjadi pusat seluruh dunia Yunani. Sampai saat ituAthena belum mengambil baian dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang. Tetapi Athena sebagai pusat kultural yang baru mempunyai daya tarik khusus untuk kaum sofis.
2.      Kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada waktu itu dan bahasa merupakan alat politik yang terpenting dalam masyarakat Yunani, sukses tidaknya dalam bidang politik tergantung pada kemahiran berbahasa. Di Athena, yang sekarang mengalami puncaknya sebagai polis yang tersusun dengan cara demokratis. Itulah sebabnya tidak mengherankan bahwa orang muda merasakan kebutuhan akan pendidikan dan pembinaan. Sampai saaat ini pendidikan di Athena tidak melebihi pendidikan elementer saja. Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut, mereka mengajarkan ilmu matematika, astronomi, dan terutama tata bahasa. Dan kaum Sofis mempunyai jasa besar dalam mengembangkan ilmu retorika atau ilmu berpidato. Jadi, kaum Sofis adalah pertama kali dalam sejarah menggelar pendidikan untuk orang muda. Itulah salah satu jasa besar sekali yang pengaruhnya masih berlangsung terus sampai dalam kebudayaan modern.
3.      Karena pergaulan dengan banyak negara asing, orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayan mereka berlainan dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Kebudayaan Yunani terletak di tengah kebudayaan-kebudayaan yang coraknya sangat berlainan.[4]

C.  Biografi Socrates

Socrates adalah filsuf dari Athena, Yunani. Merupakan salah satu figur dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM wafat pada tahun 399 S.M.. Tidak ada perbedaan (ikhtilaf) mengenai tahun wafatnya Socrates. Soctrates merupakan generasi pertama dari 3 ahli "filsafat besar" kelahiran Yunani; yakni Socrates (470-399 S.M.), Plato (427-347 S.M.), dan Aristoteles (384-322 S.M.). Socrateslah yang mengajarkan kepada Plato. Hingga pada gilirannya, Plato juga mengajarkan kepada Irsathotholees alias Aristoteles. Dengan kata lain, Plato adalah murid Socrates, dan Aristoteles adalah murid Plato.[5] Jadi, nisbat antara Aristoteles dengan Socrates adalah "cucu murid". Socrates adalah anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu (stone mason) bernama SOPHRONISCUS. Dan dari seorang ibu yang bernama PHAINARETE. Ibunda Socrates, yakni Phainarete, adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai bidan.[6] dari sinilah Socrates mulai "menanamkan" metode berfilsafatnya, yang selanjutnya dengan menggunakan "metode kebidanan". Socrates beristeri seorang perempuan yang bernama XANTIPPE, dan dikaruniai 3 orang anak. Secara historis, filsafat yang dibawakan Socrates ini banyak "mengandung" dan "mengundang" pertanyaan. Mengapa ? Sebab Socrates sendiri juga tidak pernah diketahui menuliskan apa saja buah pikirannya. Namun, apa yang dikenal sebagai pemikiran Socrates, pada dasarnya adalah berasal dari catatan-catatan yang dikumpulkan dan didokumentasikan oleh beberapa muridnya, yakni PLATO (427-347 S.M.), XENOPHONE (430-357 S.M.), dan beberapa murid Socrates lainnya. Yang paling terpopuler, di antaranya adalah Socrates dalam dialog Plato, di mana Plato ini selalu memakai nama gurunya itu sebagai "tokoh utama" dalam karya-karyanya (barangkali ta'dziman watakriman), sehingga sangat sulit untuk dapat membedakan dan memisahkan antara mana gagasan Socrates yang sesungguhnya, dan mana gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Socrates. Sedangkan nama Plato sendiri hanya muncul 3 kali dalam karya-karyanya sendiri, yakni 2 kali dalam Apologi dan 1 kali dalam Phaedrus. (Kendatipun demikian, jangan dii'tikadkan bahwa Plato cuma copy-paste dari gagasan-gagasan Socrates).
Konon katanya, Socrates dikenal sebagai seorang laki-laki yang tidak tampan, tidak ganteng, tidak keren, dan tidak macho. Ia juga selalu berpakaian yang sederhana dan apa adanya. Bahkan tidak pernah terlihat memakai alas kaki pada saat ia berkeliling mendatangi masyarakat Athena, Yunani, yang katanya untuk "mendiskusikan" soal filsafat.




D.  Alur Pemikiran Socrates
Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang makna hidupnya. Misalnya pertanyaan ini: Apakah tujuan hidup itu?” atau “ Untuk apa aku peroleh dan mempunyai ilmu pengetahuan?”. Khusus tentang fungsi Kongrit filsafat dan ilmu pengetahuan, yang mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran dipandang tidak banyak memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya melayang-layang di awang-awang. Benarkah demikian?. Tentu saja banyak sekali variasi jawaban dari dua peryataan di atas, tergantung latar belakang kehidupan dan pendidikan serta pandangan dunianya. Pada masa yunani kuno, pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab oleh Socrates. Socrates kerap disebut jarang mempunyai ajarannya sendiri yang tertulis. Kebanyakan orang lebih menekankan pada metode kebidanan dan ironinya yang mengusik status quo ketika itu hingga ia dihukum mati. Untuk mengetahui ajaran Socrates , orang banyak bersandar pada plato, muridnya. Atau walupun ada ajaran aslinya, namun telah bercampur baur dengan pandangan murid-muridnya, terutama Plato.[7]
Seperti para sofis pada zamannya ia memberikan pengajaran kepada rakyatnya dan mengarahkan perhatiannya pada manusia. Perbedaannya dengan kaum sofis, Socrates tidak memungut biaya apapun, menolak relatifisme dan yakin ada kebenaran obyektif dan juga tidak mendorong orang mengikuti pemikirannya melainkan hanya mendorong orang untuk mengetahui dan menyadari dirinya sendiri. Metode yang digunakn cukup unik dan mengusik ketentraman penguasa ketika itu. Ia bukannya mengajarkan atau menjawab sesuatu, tetapi bertanya hal-hal mengenai pekerjaan dan kehidupan sehari-hari yang sebelumnya jarang dipertanyakan. Secara induktif, ia menanyakan definisi umum tentang sesuatu, misalnya apakah keadilan itu? Apakah kedermawanan itu? Metode ini adalah metode kebidanan dimana Socrates hanya membantu membidani kelahiran gagasan murid-muridnya saja. Metode ini memakai gaya ironi di mana sengaja ia menanyakan hal-hal yang membingungkan sehingga penjawabnya menjawab hal yang bertentangan. Inilah dialektikanya.
Jawaban mereka pertama-tama dianalisis dan disimpulkan dalam bentuk hipotesa, hipotesa itu dipertanyakan lagi dan dianalisis lagi oleh penjawab. Demikian seterusnya. Socrates melakukan itu semua tujuannya adalah untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diajukan Dewa Apollo di Orakel Delphi : bahwa tidak ada yang lebih bijaksana dari Socrates, maka ia pun mulai bertanya-tanya. Akhirnya Socrates menyadari bahwa dirinya bijaksana karena ia tahu bahwa ia tidak tahu.
Secara sistematis, alur pemikiran Socrates dapat digambarkan sebagai berikut
1.      Tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan (eaudaemonia).
2.      Kebahagiaan dapat diperoleh dengan keutamaan (arate).
3.       Untuk mengetahui apa dan bagaimana arate kita itu, harus kita ketahui dengan pengetahuan (episteme).
4.      Jadi keutumaan (arate) adalah pengetahuan (episteme).
Bagi Socrates, jiwa manusia adalah karena inti sari manusia, hakekat manusia sebagai pribadi yang bertanggungjawab. Oleh karena itulah manusia wajib mengutamakan kebahagiaan jiwanya (eaudaimonia, memiliki jiwa yang baik), lebih dari kebahagiaan lahiriah seperti kesehatan dan kekayaan. Jadi, hidup saja tidak cukup, tetapi hidup yang baik adalah bagi jiwa. Jika tujuan hidup baginya adalah bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan.
Socrates membuktikan adanya kebenaran objektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalani melalui percakapan-percakapan, sehingga metode yang digunakannya biasanya disebut metode dialog karena dialog mempunyai peranan penting dalam menggali kebenaran yang objektif.[8]
       Socrates mencetuskan istilah-istilah sofis, sofisme, dialetika cara berfikir induksi. Pemikirannya mementingkan eudaimonia (keluhuran budi) pandangannya berbunyi” keutamaan adalah pengetahuan ”. Menurut Socrates, istilah filsafat berasal dari philos (teman) dan sophia (wisdom). Ini benar-benar peristiwa traumatik dalam sejarah filsafat. Pada saat Socrates dihukum mati karena ”merusak pikiran generasi muda”, Athena merupakan negara kota (atau polis) yang paling demokratis adalah Yunani, dan Socrates telah mencapai reputasi sebagai salah satu filsuf terbesar. Sejak saat itu, Socrates menjadi contoh bagi pemikir yang membela ideal, tinggi dan sekaligus mejadi tealadan cita-cita itu. Di antara berbagai hal lain Socrates mengajarkan bahwa kebajikan adalah hal yang paling berharga diantara semua yang dimilik seseorang, bahwa kebenaran terletak di luar ” bayang-bayang” pengalaman kita sehari-hari, dan bahwa kebenaran adalah tugas yang tepat bagi filsuf untuk menunjukkan betapa sedikitnya hal yang benar-benar kita ketahui. Sering dikatakan bahwa dia mati untuk memberikan contoh bagi kebajikan-kebajikan itu sehingga Socrates tidak menghianati ide-ide yang telah diajarkan sebegitu lama dan sebegitu bagus.
Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah dirimu sendiri". Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Dalam Apologia, Socrates menerangkan kepada hakim- hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan warga Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan keehatan, kekayaan, kehormatan atau hal- hal  lain yang tidak sebanding dengan jiwa.[9]
Socrates berkata dalam Apologia, "Hidup yang tidak dikaji" adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi. Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila disoroti pertanyaan yang rasional dapat menjawab secara rasional pula. Menurut Socrates, hakekat manusia tidak ditentukan oleh tambahan-tambahan dari luar, ia semata-mata tergantung pada penilaian diri atau pada nilai yang diberikan kepada dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada manusia adalah kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan bahkan kesehatan atau kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron).



E.  Pengikut- Pengikut Socrates
Sudah kita katakana bahwa sokrates tidak menyajikan suatu ajaran sistematis dan tidak menyajikan suatu ajaran sistematis dan tidak mempunyai murid dalam arti kata yang sebenarnya. Ia juga tidak mendirikan suatu mazhab. Ia hanya mengajak pengikut- pengikutnya suoaya mereka sendiri berfilsafat. Sesudah kematian Socrates, mereka semua menempuh jalan masing- masing. Tetapi diantara mereka tidak ada seorang pun yang sebanding dengan Plato selaku filsuf dan sastrawan. Oleh sebab itu, menurut suatu tradisi dalam sejarah filsafat, pengikut-pegikut Sokrates – selain dari Plato- ditunjukkan dengan nama “The minor Socratics” artinya pengikut-pengikut yang kecil. Maksudnya bahwa hanya Plato boleh dipandang sebagai pengikut Sokrates yang “besar”. Pengikut-pengikut  kecil itu meneruskan beberapa aspek dari filsafat Sokrates, tetapi mereka juga dipengaruhi oleh aliran-aliran lain, khususnya mazhab Elea dan kaum Sofis. Di sini kita hanya memandang nama-nama yang terpenting beserta beberapa pokok ajaran yang mencolok.
a.      Mazhab Megara
Mazhab ini didirikan oleh pengikut Sokrates yang bernama Eukleides dari Megara (ca. tahun 450-380). Ia mencoba memperdamaikan “yang ada” dari mazhab Elea dengan “yang baik”dari Sokrates.
b.      Mazhab Elis dan Eretria
Phaidon dari Elis adalah kawan sewaktu Plato, tetapi lebih muda dari dia. Plato memakai namanya untuk dialog yang mempercakapkan hari terakhir Socrates dalam penjara. Rupanya Phaidon terutama mengajar mengenai persoalan-persoalan dalam bidang etika. Menedemos dari Eretria adalah murid Phaidom. Kemudian ia mendirikan suatu mazhab di kota Eretria. Rupanya ia terutama menaruh perhatiannya kepada persoalan-persoalan berhubungan dengan dialektika.
c.       Mazhab Sinis (The Cynic School)
Tokoh utama ialah Aristoteles (ca. tahun 455-360). Ia mengajar dalam gymnasion di Athena yang bernama Kynosarges (tempat latihan anjing). Karena itu dan juga karena mereka menolak adat istiadat yang tradisional, pengikut-pengikut mazhab ini diberi julukan kynikoi yang berasal dari kata yunani kyon (anjing). Kata-kata inggris seperti “cynism”, “cynic” dan “cynical” diturunkan dari nama julukan tadi. Antisthenes adalah murid Gorgias dan kemudian ia menjadi salah satu pengikut Socrates yang paling setia. Dalam bidang dialektika ia menentang teori Plato mengenai ide-ide yang berdiri sendiri. Dalam bidang etika ia beranggapan bahwa manusia mempunyai keutamaan, bila ia tahu melepaskan diri dari barang jasmani dan segala macam kesenangan, seperti telah dipraktekkan oleh Socrates. Karena kesenangan adalah musuh terbesar bagi orang yang ingin hidup bahagia. Seorang bijaksana tidaklah tergantung dari sesuatu pun dan akibatnya hidup swasembada.
Diogenes dari sinope (ca. tahun 400-325) berpendapat bahwa praktek hidup Antisthenes tidak sesuai dengan ajarannya. Dan ia sendiri mulai hidup secara konsekuen menurut prinsip-prinsip sinisme. Di kemudian hari ia terkenal karena cara hidupnya yang mengabaikan segala adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Banyak legenda telah diceritakan mengenai Diagones ini, antara lain bahwa ia memilih sebuah tong sebagai tempat kediamannya.
d.      Mazhab Hedonis
Aristippos (ca. tahun 435-355) adalah murid Sokrates yang dianggap sebagai pendiri Mazhab Kyrene. Mazhab ini juga dinamakan mazhab Hedonis, karena ajarannya dalam bidang etika. Aristippos dan murid-muridnya menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan tidak lain daripada mencari “yang baik”. Tetapi mereka menyamakan “yang baik” itu dengan kesenangan (hedone). Artippos menerangkan lagi bahwa maksudnya ialah kesenangan badani dan bukan saja kesenangan rohani. Dari sebab ini pendirian ini disebut “hidonisme”. Akan tetapi seorang bijaksana tidak akan mengejar kesenangan tanpa batas, karena kesenangan yang tak terbatas pada akhirnya menyebabkan kesusahan.yang harus dikejar ialah maksimum kesenangan yang disertai oleh minimum kesusahan. Rasio manusia bertugas menentukan maksimum dan minimum itu. Jadi, dalam perspiktif hedonisme, pengendalian diri dan pertarakan perlu sekali untuk mencapai cara hidup yang ideal. Biarpun sinisme Antisthenes dan hedonisme Aristippos bertolak dari prinsip-prinsip yang sama sekali berlainan, namun dalam praktek kedua pendirian tidak berbeda besar.[10]
F.     Perubahan Pemikiran Filsafat dari Alam ke Manusia
Filsafat seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk dari ilmu-ilmu. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.[11]
Dalam kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan. Sejak zaman kuno, pertengahan dan modern sekarang ini telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala alam dengan berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase kehidupan primitip–klasik dan kuno menuju manusia modern telah melahirkan lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing zaman. Disinilah pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi oriented pada satu arah menuju pola pikir ilmiah ariented, perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan. Corak dari pemikiran bersifat mitologis (keteranganya didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja) terjadi pada dekade awal sejarah manusia. Namun setelah adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Heraklitos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahanya diikuti oleh proses demitologisasi menuju gerakan logosentrisme. Demitologisasi tersebut disebabkan oleh arus besar gerakan rasionalisme, empirisme dan positivisme yang dipelopori oleh para pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan manusia pada tataran era modernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah.
Di zaman ketika kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti  kehidupan binatang yang dikuasai oleh hukum alam, zaman ketika kebaikan tidak mendapat penghargaan, ataupun hukuman bagi yang jahat. Kemudian manusia berfikir dan membuat hukum (nomoi) untuk menghukum, sehingga keadilan (dike) akan berkuasa (turannos). Siapapun yang berbuat salah akan dihukum. Selanjutnya, karena hukum hanya berhasil mencegah manusia melakukan kekerasan yang terbuka, tetapi mereka tetap melakukannya sembunyi-sembunyi, kemudian berfikir lagi untuk pertama kalinya bahwa orang-orang yang pandai (sophos) dan licik menciptakan ketakutan terhadap dewa, sehingga orang jahat memiliki ketakutan meskipun perbuatan atau kata-katanya dilakukan secara tersembunyi. Dengan demikian orang-orang pandai (sophos) memperkenalkan ide sesuatu yang maha kuasa, dengan mengatakan bahwa ada sesuatu yang suci, yang penuh dengan kekuatan abadi, yang bisa mendengar, melihat, berfikir dan mengatur segala sesuatunya dengan kekuatannya (phusis). Manusia bisa mendengar segala sesuatu yang dikatakan oleh makhluk yang tidak abadi dan melihat apa yang mereka perbuat, dan jika merencanakan sesuatu yang jahat secara sembunyi-sembunyi, hal ini tidak akan tersembunyi bagi para dewa. Karena fikiran manusia akan dimengerti oleh para dewa.
Dengan cerita seperti ini memperkenalakan pelajaran yang paling memuaskan, menyembunyikan kebenaran dengan sebuah false account. Para dewa mendiami sebuah tempat yang amat ditakuti manusia, agar mereka tahu dari sanalah makhluk tidak abadi memiliki ketakutan dan juga mengambil keuntungan dari kehidupan mereka yang pahit dari atas langit, darimana ia melihat ada petir, raungan topan yang mengerikan dan cahaya surga yang menakutkan, sulaman waktu yang menakjubkan, perajin yang terampil (sophos). Dan kemudian datanglah bintang yang bercahaya, serta guyuran air yang dikirim ke bumi. Dengan ketakutan seperti ini dewa mengepung manusia, dan memadamkan ketiadaan hukum (anomia) dengan hukum (nomoi). Dengan demikian para ahli filsuf berfikir seseorang yang pertama kali membujuk makhluk tidak abadi untuk mempercayai (nomizien) bahwa terdapat perlombaan para dewa.






BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Di zaman ketika kehidupan manusia belum mengenal ketertiban, seperti kehidupan binatang yang dikuasai oleh hukum alam. Kemudian Kaum Sophis berpikir bahwa manusia membuat hukum untuk menghukum, sehingga keadilan akan berkuasa dan siapapun yang berbuat salah akan dihukum.
Faktor munculnya Sofistik:
1.       Athena berkembang pesat dalam bidang politik dan ekonomi dan menjadi pusat seluruh dunia Yunani.
2.       Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut, mereka mengajarkan ilmu matematika, astronomi, dan terutama tata bahasa
3.        Karena pergaulan dengan banyak negara asing, orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayan mereka berlainan dengan kebudayaan-kebudayaan lain.
SOCRATES                                                    
Socrates adalah filsuf dari Athena, Yunani. Beliau lahir di Athena pada tahun 470 S.M dan wafat pada tahun 399 SM. Beliau merupakan guru dari Plato.
Alur pemikiran Socrates digambarkan sebagai berikut:
1.    Tujuan hidup manusia adalah memperoleh kebahagiaan (eaudaemonia).
2.    Kebahagiaan dapat diperoleh dengan keutamaan (arate).
3.    Untuk mengetahui apa dan bagaimana arate kita itu, harus kita ketahui dangan pengetahuan (episteme).
4.    Jadi keutamaan arate adalah pengetahuan (episteme).
Menurut suatu tradisi dalam sejarah filsafat, pengikut - pengikut Socrates - selain dari Plato - ditunjukkan dengan nama “the minor Socratics”. Antara lain:
1.       Mazhab Megara.
2.        Mazhab Elis dan Eritria.
3.        Mazhab Sinis.
4.        Mazhab Hedonis


B.  KRITIK DAN SARAN
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengharap semoga bermanfaat  bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan dan pengembangan makalah ini sangat kami harapkan.










DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta : Kanisius, 1999.
Schofield, Rowe, Sejarah Pemikiran Politik Yunani dan Romawi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Syadali, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2004.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Teguh, pengantar Filsafat Umum, Surabaya : eLKAF, 2005.






[1] Rowe, Schofield, Sejarah Pemikiran Politik Yunani dan Romawi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001, 106.
[2] Ibid, h. 103.
[3] Ibid, h. 109.
[4] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius, 1999,hal. 84
[5] Ahmad tafsir, Filsafat Umum, Bandung, pt remaja rosdakarya, 1990, hal. 53
[6] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius, 1999,hal. 99
[7] Teguh, Pengantar Filsafat Umum, Surabaya, eLKAF, 2005, hal.38
[8] K.Bertens, sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius, 1999,hal. 108
[9] Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2004, hal. 67

[10] K.Bertens,sejarah filsafat yunani, Yogyakarta, kanisius, 1999,hal. 112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar