BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya
zaman dan diiringi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, banyak sekali para
ulama yang menyatakan pendapat mereka dengan berbagai macam pendapat dan
alasan, maka dari itu kita harus mengetahui lebih mendalam khususnya dalam
syariat islam baik dari Hadits maupun Al
Qur’an, oleh sebab itu kami dari pemakalah akan membahas mengenai Ulumul Hadits
yang bertemakan “kualifikasi Hadits Dari Segi Kualitas”.
Supaya nantinya kita lebih mengetahui
klasifikasi-klasifikasi Hadits tersebut dan menghindari dari kesalah pahaman khususnya
dibidang Hadits Shahih, Hasan dan Dla’if.
2.
Rumusan
Masalah
A. Apakah
yang dimaksud dengan Hadits Shahih?
B. Apakah
yang dimaksud dengan Hadits Hasan?
C. Apakah
yang dimaksud dengan Hadits Dla’if?
3.
Tujuan
Masalah
- Untuk mengetahui maksud
dari Hadits Shahih.
- Untuk mengetahui maksud
dari Hadits Hasan.
- Untuk mengetahui maksud
dari Hadits Dla’if.
4.
Batasan
Masalah
Dalam makalah
ini, kami membatasi pembahasan hanya mengenai Hadits dari segi sisi kualitas, baik
klasifikasi Hadits Shahih, Hasan maupun Dla’if. Dengan demikian kami berharap
pembahasan kami dapat terfokus pada tema tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi Hadits Ahad Kepada Shahih, Hasan, dan
Dla’if
A.
Hadits
Shahih
1.
Ta’rif
Yang
dimaksud Hadits Shahih menurut Muhadditsin ialah : Hadits yang dinukilkan
(diriwayatkan) oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya
bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
Menurut
Imam al-Nawawi, Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh orang-orang adil dan dhabit, serta tidak syadz dan tidak
cacat.[1]
2.
Syarat-syarat
Hadits Shahih
Menurut
ta’rif Muhadditsin tersebut, bahwa suatu hadits dapat dinilai shahih, apabila
telah memenuhi lima syarat :
a. Rawinya
bersifat adil
b. Sempurna
ingatan
c. Sanadnya
tiada putus
d. Hadits
itu tidak ber’illat (cacat), dan
e. Tiada
janggal.
Ibnu’sh Shalah berpendapat, bahwa
syarat hadits shahih telah disepakati oleh para Muhadditsin. Hanya saja,
kalaupun mereka berselisih tentang keshahihan suatu hadits, bukanlah Karena
syarat-syarat itu sendiri, melainkan karena adanya perselisihan dalam
mensyaratkan sebagian sifat-sifat tersebut.[2]
Untuk menetapkan keshahihan sebuah
hadits harus diperiksa dulu, apakah ia syadz atau tidak. Untuk ini peneliti
harus mau mencari tahu hadis dan materinya sama melalui jalur lain, atau
membandingkannya dengan ajaran Al Qur’an, dari sana akan diketahui syadz dan
tidaknya hadis yang sedang diteliti.
Dalam kitab
ar-Risalah menyebut syarat-syarat suatu riwayat (sanad ahad) yang bisa diterima
meliputi :
a. Perawinya
orang yang tsiqah dalam urusan agamanya
b. Terkenal
jujur dalam menyampaikan berita
c. Memahami
apa yang diceritakan
d. Mengerti
makna hadits dari lafalnya
e. Tidak
mengubah susunan hadits yang diriwayatkannya dan terpelihara tulisannya jika
diriwayatkan melalui tulisan atau kitabnya
f. Tidak
mengubah susunan hadits sehingga apa yang disampaikan sama dengan apa yang
didengar
g. Terjaga
dari hadits
h. Sampai
kepada Nabi Saw. (diceritakan dari Nabi).
3.
Klasifikasi
Hadits Shahih
Hadits
Shahih terbagi kepada dua bagian :
a.
Shahih li-dzatih, dan
b.
Shahih li-ghairih
Kedlabitan seorang rawy yang
kurang sempurna, menjadikan hadits Shahih li-dzatih turun nilainya menjadi
Hadits Hasan li-dzatih. Akan tetapi jika Hadits Hasan li-dzatih sanad lain yang
lebih dlabith, naiklah Hadits Hasan li-dzatih ini, menjadi Hadits Shahih
li-ghairih.
Definisi Hadits Shahih li-ghairih
adalah Hadits yang keadaan rawy-rawynya kurang hafidz dan dlabith, tetapi
mereka masih terkenal orang yang jujur, hingga kerenanya berderajat Hasan, lalu
didapati padanya dari jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang
dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu. Contoh Hadits Shahih li-ghairih,
ialah Hadits Bukhary dari Ubay bin Al-abbas bin Sahal dari ayahnya (‘Abbas) dari
neneknya (Sahal) katanya : Konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh
dikandang kami yang diberi nama Al-Luhaif”.
Ubay bin
Al-‘Abbas oleh Ahmad, Ibnu Ma’in dan An-Nasa’iy dianggap rawy yang kurang baik
hafalannya. Oleh karena itu, Hadits tersebut berderajat Hasan li-dzatihi.
Tetapi karena Hadits Ubay tersebut mempunyai mutabi yang diriwayatkan oleh
‘Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dan Hasan li-dzatih menjadi Shahih
li-ghairih.[3]
4.
Martabat
Hadits Shahih
Kekuatan Hadits Shahih itu, kurang
lebih bersifat kedlabitan dan keadilan rawinya. Shahih yang paling tinggi
derajatnya, ialah Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid. Kemudian
berturut-turut sebagai berikut :
a.
Hadits yang
Muttafaq-‘alaihi atau Muttafaq-‘ala Shihhatihi
Yaitu Hadits
Shahih yang telah disepakati oleh kedua imam Hadits Bukhary dan Muslim, tentang
sanadnya.
b.
Hadits yang hanya
diriwayat(ditakhrij)kan oleh Imam Bukhary sendiri, sedang Imam Muslim tidak
meriwayatkan. Para Muhadditsin menamainya Infarada Bihi’l-Bukhary.
c.
Hadits yang hanya diriwayatkan
oleh Imam Muslim sendiri Imam Bukhary tidak meriwayatkan. Para Muhadditsin
menamainya dengan Infarada Bihi Muslim.
d.
Hadits Shahih yang
diriwayatkan menurut syarat-syarat Bukhary dan Muslim, yang disebut dengan
Shahihun ‘ala Syartha’i’l. yang dimaksud dengan istilah menurut syarat-syarat
Bukhary dan Muslim ialah, bahwa rawy-rawy Hadits yang dikemudian itu terdapat
di dalam kedua kitab Shahih Bukhary dan Muslim.
e.
Hadits Shahih yang
menurut syarat Bukhary, sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadits
yang demikian ini, disebut dengan Shahihun ‘ala Syarthi’l-Bukhary.
f.
Hadits Shahih menurut
syarat Muslim, sedang Imam Muslim sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadits yang
demikian ini, dikenal dengan nama Shahihun ‘ala Syarthi Muslim.
g. Hadits
Shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua Imam Bukhary dan Muslim.
Ini bahwa Si Pentakhrij tidak Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau
yang masih di perselisihkan.
5.
Maksud
Istilah-istilah Pengarang Hadits Yang Diterapkan kepada Hadits Shahih
Istilah At-Turmudzy
ini, menurut :
a.
Ibnu’sh Shalah berarti,
bahwa Hadits itu mempunyai dua sanad,
yakni : Pertama bersanad Hasan dan kedua bersanad Shahih.
b.
Pendapat lain
mengatakan, bahwa diantara kedua kalimat itu terdapat huruf penghubung yang
telah dibuang, yaitu : atau jika demikian maka hadits itu hanya mempunyai maka
hadits itu mempunyai satu sanad saja, tetapi para ‘ulama berlain-lainan
menilainya.
c.
Kalau hadits yang
dinilai Hasanun Shahihun tersebut, bukan Hadits fard, maka hal itu berarti
bahwa Hadits itu mempunyai dua sanad, yakni yang satu Shahih dan yang lain
Hasan.[4]
B.
Hadits
Hasan
1.
Ta’rif
At-Turmudzy
menta’rifkan Hadits Hasan. Hadits Hasan adalah Hadits yang pada sanadnya tiada
terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya
dan Hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan)
yang sepadan ma’nanya.
Definisi tersebut tidak mani’ dan jami’.
Sebab Hadits Shahih (yang rawynya sejahtera dari tuduhan dusta dan ma’nanya
yang bersih dari kejanggalan) dan tercakup dalam definisi ini. Itulah sebabnya
disebut definisi tidak Mani’. Demikian juga Hadits Gharib, walaupun bernilai
Hasan pada hakikatnya, tidak dapat dimasukkan ke dalam definisi tersebut,
karena dalam definisi itu disyaratkan harus mempunyai jalan datangnya berita
(sanad) dari beberapa tempat. Itulah sebabnya dikatakan definisi tidak Jami’.
Perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan
itu, terletak pada syarat kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan ,
kedlabithannya lebih rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika dibandingkan
dengan Hadits Shahih. Sedang syarat-syarat Hadits Shahih yang lain masih
diperlukan untuk Hadits Hasan.
2.
Klasifikasi
Hadits Hasan
Sebagaimana Hadits Shahih itu terbagi
kepada lidzatih dan lighairih, demikian pula Hadits-Hasanpun terbagi kepada
Hasan lidzatih dan Hasan-lighairih.
Hasan lidzatih yaitu hadis yang
bersambung sanadnya, dinukilkan orang adil yang ringan (tidak sempurna)
hafalanya, dan yang seperti itu sampai akhirnya, tanpa ada kejanggalan dan
cacat.[5]
Sedangkan Hasan lighairih yaitu Hadits
Daif, yang bukan dikarenakan rawynya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang
mempunyai mutabi’ atau syahid. Hadits Dlaif yang karena rawynya buruk
hafalannya (su-u’lhifdhi), tidak dikenal identitasnya (mastur) dan mudallis (menyembunyikan
cacat) dapat naik menjadi Hadits Hasan lighairih karena dibantu oleh
Hadits-hadits lain yang semisal dan sema’na atau karena banyak yang
meriwayatkannya.
3.
Martabat
Hadits Hasan
Tinggi dan rendahnya Hadits Hasan,
terletak pada tinggi rendahnya kedlabithan dan ke’adilan para rawynya. Hadits
Hasan yang tinggi martabatnya, ialah yang bersanad Ahsanu’l asanid.
Kemudian
dibawahnya, ialah Hadits Hasan-lidzatih dan yang terakhir ialah Hadits
Hasan-lighairih.
4.
Maksud
Istilah-istilah Para Penyusun Hadits Yang Diterapkan Kepada Hadits Hasan
Menurut pendapat At-Turmudzy,
berkumpulnya dua sifat Hasan dan gharib dalam sebuah Hadits, sulit dimengerti.
Karena menurut pendapatnya, Hadits Hasan ialah Hadits yang banyak saluran
datangnya, sedang Hadits Gharib hanya mempunyai satu saluran datangnya.
Dalam
hal ini, ada ada sebagian ‘Ulama yang mencoba menguraikan kesulitan itu, dengan
mengatakan bahwa diantara kedua kalimat itu ada huruf ‘athaf (penghubung) yang
dibuang, yaitu au (atau). Dengan demikian, menurut pendapat
ini, At-Turmudzy meragukan nilai Hadits itu antara Hasan dan Gharib. Hadits
yang baik ma’nanya menurut lughat, disebut dengan Hadits Hasan. Tetapi menurut
Muhadditsin, dianggap sebagai Hadits Dla’if atau Maudlu’ atau setidak-tidaknya
dianggap sebagi Hadits Munkar.
a.
Kedudukan Hadits Shahih
dan Hasan Dalam BerHujjah
Kebanyakan
‘Ulama ahli ‘ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan Hadits Shahih dan Hasan
sebagai hujjah. Di samping itu, ada ‘Ulama yang mensyaratkan bahwa Hadits Hasan
dapat dipergunakan hujjah, bila memenuhi sifat-sifat yang dapat diterima.
Hadits yang mempunyai dapat diterima yang tinggi dan menengah, adalah Hadits
Shahih, sedang Hadits yang mempunyai sifat dapat diterima yang rendah dan
Hadits Hasan.
Jadi, pada prinsipnya kedua-duanya
mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbul). Hadits Maqbul menurut sifatnya,
dapat diterima menjadi hujjah dan dapat diamalkan.
Yang
termasuk Hadits Maqbul ialah :
Ø Hadits
Shahih, baik Shahih-lidzatih maupun Shahih-lighairih.
Ø Hadits
Hasan, baik Hasan-lidzatih maupun Hasan-lighairih.
Yang
termasuk Hadits Mardud, ialah segala macam Hadits Dla’if. Hadits Mardud, tidak
dapat diterima menjadi hujjah, karena terdapat sifat-sifat tercela pada
rawy-rawynya atau pada sanadnya.
b.
Hadits
Shahih dan Hadits Hasan, dapat dipastikan dengan Hadits Musnad, Muttasil, dan
Marfu’. Tetapi tidak sebaliknya, tiap-tiap Hadits Musnad, Muttasil atau Marfu’
belum tentu Shahih. Hal ini disebabkan, karena Hadits itu dikatakan Musnad,
Muttasil atau Marfu’ atas dasar peninjauan dari satu segi, yang menjadi salah satu
faktor untuk menentukan Shahih atau Hasannya suatu Hadits. Sedang faktor yang
lain, misalnya keadaan dan kelakuan rawynya, tidak ditinjau.
Ø Musnad
Hadits
Musnad ialah segala Hadits yang Marfu’ (berita yang disandarkan kepada Nabi)
serta sanadnya bersambung.
Ø Muttasil (maushul)
Hadits
Muttasil atau juga disebut Hadits Maushul, ialah Hadits yang sanadnya
bersambung-sambung, baik bersambungnya itu sampai kepada Nabi Muhammad SAW,
Maupun hanya sampai kepada sahabat.
Ø Marfu’
Hadits
Marfu’ ialah perkataan, perbuatan atau iqrar yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, Baik sanad Hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, dan
baik yang menyandarkan Hadits itu sahabat, maupun lainnya.[6]
C.
Hadits Dla’if
1.
Ta’rif
Hadist Dla’if
Adalah hadits yang kehilangan satu
syarat atau lebih dari syarat-syarat haits shahih atau hadits hasan. Dan hadits
dla’if ini banyak sekali macam-macamnya dan mempunyai derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan
yang harus dipenuhinya. Hadits dla’if yang karena tidak bersambung-sambung
sanadnya dan tidak adil rawynya, adalah lebih dla’if daripada hadits yang hanya
keguguran satu syarat maqbul (syarat-syarat yang diterima untuk hadits shahih
dan hadits hasan) saja, baik daripada sanadnya maupun pada pada rawynya. Hadits
dla’if yang kehilangan 3 syarat maqbul, adalah lebih dla’if daripada hadits
dla’if yang keguguran dua syarat.[7]
2.
Klasifikasi
Hadist Dla’if Menurut Muhadditsin
Dilihat
dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits untuk dijadikan hujjah, maka
hadits ahad itu pada prinsipnya terbagi kepada dua bagian, yaitu hadts maqbul
dan hadits mardud. Yang termasuk hadits maqbul adalah hadits shahih dan hadits
hasan dan yang termasuk hadits mardud adalah hadits dla’if dengan segala
macamnya. Para muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits dari dua
jurusan. Yakni dari jurusan sanad dan dari jurusan matan.
A. Dari
jurusan sanad dibagi menjadi dua yaitu :
1) Terwujudnya
cacat-cacat pada rawynya, baik dari keadilannya ,maupun hafalannya.
2) Ketidak
bersambung-sambungnya sanad, dikarenakan ada seorang rawy atau lebih yang
digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Dibawah ini adalah macam-macam kecacatan
pada keadilan dan kedla’bitan rawy yaitu ada 10 macam,
Ø Dusta,
hadits dla’if yang karena rawynya dusta, disebut hadits maudlu’
Ø Tertuduh
dusta, hadits dla’if yang karena rawynya tertuduh dusta disebut hadits matruk.
Ø Fasiq
Ø Banyak
salah
Ø Lengah
dalam menghafal, hadits dla’if yang karena rawynya fasiq, banyak salah dan
lengah dalam hafalanya disebut hadits mungkar.
Ø Banyak
waham (purbasangka) hadits dla’if yang karna rawynya banyak waham disebut
hadits mu’allal
Ø Menyalahi
riwayat orang kepercayaan.
Ø Tidak
diketahui identitasnya (jahalah) hadits dla’if yang karena rawynya jahalah maka
disebut hadits mubham.
Ø Penganut
bid’ah hadits dla’if yang karena rawynya penganut bid’ah maka disebut hadits mardud.
Ø Tidak
baik hafalannya hadits dla’if yang karena ini disebut hadits syadz dan
muchtaklith
Dan dibawah ini adalah sebab-sebab tertolaknya hadits karena sanadnya
digugurkan (tidak bersambung) ada 4 macam :
1) Kalau
yang digugurkan itu sanad pertama maka haditsnya disebut hadits mu’allaq.
2) Kalau
yang digugurkan itu sanad terakhir (sahabat) maka disebut hadits mursal
3) Kalau
yamg digugurkan itu dua orang rawy atu lebih berturut-turut disebut hadits
mu’dlal dan
4) Jika
tidak berturut-turut disebut hadits munqathi’
B. Dilihat
dari segi matan.
Hadits dla’if yang
disebabkan suatu sifat yang terdapat pada matan adalah:
1. Hadits
mauquf
2. Hadits
maqthu’[8]
1) Macam-macam
Hadits Dla’if Berdasarkan Rawy-rawynya Tercatat Keadilan Dan Kedlabithannya
A. Hadits
Maudhlu’
Adalah hadits yang
dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan itu dibangsakan
kepada rasulullah SAW secara palsu dan dusta baik hal itu disengaja maupun
tidak.
1) Ciri-ciri
Hadits Maudhlu’
a. Ciri-ciri
yang terdapat pada sanad
Ø Pengakuan
dari si-pembuat itu sendiri
Ø Qarinah-qarinah
yang memperkuat adanaya pengakuan membuat hadits maudlhu’
Ø Qarinah-qarinah
yang berpautan dengan tingkah lakunya
b. Ciri-ciri
yang terdapat pada matan
Ciri-ciri yang terdapat pada matan itu
dapat ditinjau dari segi ma’na dan dari segi lafadnya.
2) Sumber-sumber
Yang Diriwayatkan Hadis Maudhlu’
Para pembuat hadits maudlhu’ ini dalam
menjalankan tugasnya kadang-kadang mengambil dari fikiran sendiri semata-mata
dan kadang-kadang menukil dari perkataan orang-orang yang dipandang alim pada
waktu itu,
3) Motif-motif
Yang Mendorong Untuk Membuat Hadits Dla’if
a. Mempertahankan
idiologi partainya (golongannya) sendiri dan menyerang partai lainnya.
Pertentangan-pertentangan politik
kehalifahan yang timbul sejak ahir kehalifahan Utsman dan awal pemerintahan ali
adalah merupakan sebab-sebab yang langsung munculnya hadits-hadits maudhlu’
diwaktu itu timbul partai syi’ah dan golonagan muawiyah. Dan setelah selesai
perang shiffin timbul pula golongan khawwarij diantara golongan-golongan
tersebut, golongan syi’ah rafidlah adalah yang paling banyak membuat hadits
maudlu’.
b. Untuk
merusak dan mengeruhkan agama islam,
c. Fanatik
kebangsaan,kesukuan,kedaerahan,kebahasaan, dan kultus individu terhadap imam
mereka.
d. Membuat
kisah-kisah dan nasihat-nasihat untuk menarik peminat para pendenagrnya.
e. Mempertahankan
madzab-madzab dalam masalah khilafiyah,fiqhiyah,dan kalamiyah.
f. Mencari
muka dihadapan para penguasa untuk mencari kedudukan atau hadiah.
g. Kejahilan
mereka dalam ilmu agama disertai dengan adanya kemaun keras untuk berbuat
kebaikan sebanyak-banyaknya.
4) Usaha-usaha
Para Ulama’ Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits
a. meng-isnadkan
hadits
setelah terjadinya fitnah dan kaum
muslimin sudah mulai berpecah-belah dalam beberapa partai dan golongan dan
mulai bertebaran pemalsuan hadits-hadits rasulullah maka para sahabat dan
tabi’in berhati-hati sekali dalam menerima hadits dari para rawynya. Mereka
mulai meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan hadits dan akhirnya
menetapakan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits itu adalah bagaikan
nasab bagi seseorang.
b. Meningkatkan
perlawanan mencari hadits
Ini dengan cara mencari hadits dari
suatu kota ke kota untuk menemui para sahabat yang meriwayatkan hadits, sejak
itu para penuntut hadits hanya mendengar dari para sahabat saja. Jika mereka
mendapatkan hadits dari selain sahabat, dengan segera mereka mencari sahabat
Rasulullah untuk memperkuatkannya.
c. Mengambil
tindakan kepada para pemalsu hadits
Dalam rangka berhati-hati untuk meneima
riwayat, maka sebagian dari mereka, menumpas para pemalsu hadits, melarang
mereka meriwayatkannya dan menyerahkannya kepada para penguasa.
d. Mejelaskan
tingkah laku rawy-rawynya
e. Membuat
ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi hadits
Disini mereka membuat ketentuan dan
syarat-syarat bagi hadits shahih,hasan,dla’if.
f. Membuat
ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudhlu’[9]
B. Hadits
Matruk
Adalah hadits yang
menyendiri dalam periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang tertuduh dusta
dalam perhaditsan. Yang disebut dengan rawy yang tertuduh dusta ialah seorang
rawy yang terkenal dalam pembicaraan dalam pendusta, tetapi belum dapat dapat
dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadits. Dan hadits yang
diriwayatkan oleh rawy yang tertuduh dusta disebut hadits matruk dan yang
meriwayatkannya disebut dengan matruku’l hadits.
C. Hadits
Munkar Dan Ma’ruf
Hadits yang menyendiri
dalam periwayatan yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak
kelengahannya, atau jelas kefasikannnya yang bukan karna dusta. Lengah dan
banyak salah adalah dua istilah yang sangat berdekatan artinya. Lengah biasanya
terjadi dalam penerimaaan Al-hadits sedangkan banyak salah terjadi dalam
menyampaikan Al-hadits. Adapun yang dimaksud dengan fasik adalah “kecurangan
dalam amal” bukan kecurangan dalam I’tikad, sebab soal curang dalam I’tikad
dinamakan bid’ah. Hadits yang diriwayatkan oleh rawy yang tidak tsiqah (dla’if)
berlawanan dengan riwayat orang tsiqah, imbangan hadits munkar itu ialah hadits ma’ruf, hadits yang
diriwaytkan oleh orang yang lemah disebut hadits munkar sedang riwayat orang
tsiqah yang melawani riwayat orang yang lemah itu disebut hadits ma’ruf.[10]
D. Hadits
Mu’allal
Adalah suatu hadits
yang setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan, Nampak adanya salah
sangka dari rawynya dengan mewashalkan (menganggap, bersambung atau sanad) hadits yang munqthi’(terputus) atau
memasukkan sebuah hadits pada suatu hadits yang lain, atau yang semisal dengan
itu. Intinya adalah hadits mu’allal itu nampaknya tiada bercacat tetapi setelah
diselidiki terdapat ‘illat. Dan ‘illat itu kadang-kadang terdapat pada sanad
dan matan.
E. Hadits
Mudraj (Saduran)
Adalah hadits yang
disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan, bahwa saduran itu
termasuk hadits. Saduran ini dapat terjadi pada matan dan pada sanad, saduran
pada matan itu ada yang terdapat pada awal matan, ditengah-tengah, dan
diakhirnya. Adapun saduran dalam sanad itu antara lain, dapat terjadi umpamanya
seorang rawy memasukkan sebuah hadits kedalam hadits lain yang berbeda sanadnya
atau dengan menyisipkan seorang lain, yang bukan rawy sebenarnya.
F. Hadits
Maqlub
Adalah hadits yang
menyalahi mukhalafah (menyalahi hadits lain) disebabkan mendahulukan dan
mengakhirkan.
G. Hadits
Mudlarib
Adalah hadits yang
mukhalafahnya (menyalahi dengan hadits lain) terjadi dengan pergantian pada
satu segi, yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yanmg ditarjihkan.
Dengan demikian ini berarti bahwa hadits mudltarib itu adalah sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh seorang rawy dengan beberapa jalan yang berbeda-beda,
yang tidak mungkin dikumpulkan atau ditarjihkan.[11]
H. Hadits
Muharaf
Adalah hadits yang muhkalafahnya
(bersalahannya dengan hadits riwayat orang lain)
I. Hadits
Mushahaf
Adalah hadits yang mukhalafahnya karena
perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
J. Hadits
Mubhram, Majhul, Dan Mastur
Hadits mubham adalah hadits yang di dalam
matan atau sanadnya terdapat seoarng rawy yang tidak dijelaskan apakah ia
laki-laki atu perempuan. Dan jika seorang rawy dikenal keadilannya dan
kedlabitannya atas dasar periwayatan orang-orang yang tsiqah akan tetapi
penilaian orang-orang tersebut belum mencapai kebulatan suara maka rawy tersebut
dinamakan majhulu’l hal dan haditsnya disebut hadits mastur.
K. Hadits
Syadz Dan Mahfudz
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh
seoarang yang maqbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajah, lantern
mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya dari
segi-segi penarjihan.
L. Hadits
Mukhtalith
Adalah hadits yang buruk hafalannya
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang
kitab-kitabnya.[12]
2) Macam-macam
Hadits Dla’if Berdasarkan Gugurnya Rawy
a. Hadits
Muallaq
Adalah hadits yang gugur rawynya seorang
atau lebih dari awal sanad
b. Hadits
Mursal
Adalah hadits yang gugur diakhir
sanadnya seseorang setelah tabi’iy
c. Hadits
Mudallas
Adalah hadits yang diriwayatkan menurut
cara yang diperkirakan hadits itu tiada bernoda,
d. Hadist
Munqathi’
Adalah hadits yang gugur seorang rawynya
sebelum sahabat, disuatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam
keadaan berturut-turut.
e. Hadits
Mu’dlal
Adalah hadits yang gugur rawy-rawynya
dua orang atau lebih berturut-turut baik bersama tabi’iy , tabi’iy bersama
tabi’it-tabi’in maupun dua orang sebelum shahaby dan tabi’iy.
3) Macam-macam
Hadits Dlaif Berdasarkan Sifat Matannya
a. Hadits
Mauquf
Adalah berita yang hanya disandarkan
sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan
dan baik sanadnya itu bersambung maupun terputus.
b. Hadits
Maqthu’
Adalah perkataan atau perbuatan yang
berasal dari seorang tabi’iy serta dimauqufkan padanya, baik sanadnya
bersambung maupun tidak.[13]
3.
Berhujjah
Dengan Hadits Dla’if
Para
ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dla’if yang maudhlu’ tanpa
menyebutkan kemaudlhu’annya , adapun kalau hadits dla’if itu bukan hadits
maudhlu’ maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk
berhujjah, dalam hal ini ada dua pendapat:
1) Melarang
secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dla;if baik untuk menetapkan
hokum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama.
2) Membolehkan,
kendatipun dengan melepaskan sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab
kelemahannya, untuk member sugesti,menerangkan keuatamaan ‘amal, dan bukan
untuk menetapkan hokum-hukum syariat seperti halal dan haram, dan bukan untuk
menetapkan aqidah-aqidah keimanan.
4.
Meriwayatkan
Hadits Dla’if Tanpa Menyebutkan Sanadnya
Para ulama yang arif-arif melarang menyampaikan
hadits dla’if tanpa menjelaskan sanadnya.[14]
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
setelah kita mempelajari tentang apa yang dimaksud
dengan hadits shahih, hasan, dan dla’if. Maka dapat disimpulkan bahwa hadits
shahih adalah Hadits yang dinukilkan (diriwayatkan)
oleh rawy yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak
ber’illat dan tidak janggal. Dan hadits hasan itu menyerupai hadits shahih
tetapi terdapat Perbedaan antara Hadits Shahih dan Hasan itu, yakni terletak
pada syarat kedlabithan rawy. Yakni pada Hadits Hasan , kedlabithannya lebih
rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika dibandingkan dengan Hadits Shahih.
Sedangkan hadits dla’if itu adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau
lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
2.
Saran
Makalah
ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan
saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Dan ada
pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang tidak
kita ketahui”. Oleh sebab itu kita generasi muda hendaklah lebih mengoptimalkan
sisa waktu kita untuk berbenah diri mempelajari seluk-beluk agama islam dari
segi al-qur’an dan juga hadits.
DAFTAR
RUJUKAN
Al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Fiqih, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009.
Dailamy, Muhammad, Kajian Atas Ketepatan
Penulisan Dan Kesahihan Hadits, Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2006.
Rahman, Fatchur, Ikhtishar
Mushthalahu’l Hadits , Bandung: PT Al Ma’arif, 1970.
bagus
BalasHapushttp://klik-sunnah-nabi.blogspot.com/
BalasHapus