Jumat, 24 Mei 2013

manasik Haji


HAJI

A.    Pengertian Haji
          Menurut bahasa, haji berarti menyengaja sesuatu. Menurut syar’i berarti menyengaja mengunjungi Mekah untuk melaksanakan amal ibadah, dengan syarat- syarat tertentu.[1]
          Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Haji adalah kewajiban dari Allah SWT. kepada setiap muslim jika mampu melaksanakannya. Firman Allah SWT.:
 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali Imran: 97).[2]
          Sabda Rasulullah saw.:

 بُنِىَ الْاِسْلَامُ عَلى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لَا اِلهَ اِلَّااللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَاِقَامِ الصَّلاَةِ وَاِيتَاءِ الزّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ (متفق عليه)            
Artinya:
” Islam itu ditegakkan di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak (patut disembah) kecuali Allah, dan bahwasannya Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat yang lima waktu, membayar zakat, mengerjakan haji ke Baitullah, berpuasa dalam bulan Ramadhan.” (Sepakat ahli hadits).     [3]
          Ibadah haji itu wajib segera dikerjakan. Artinya, apabila orang tersebut telah memenuhi syarat- syaratnya, tetapi masih dilalaikannya juga (tidak dikerjakannya pada tahun itu), maka ia berdosa karena kelalaiannya itu.
Sabda Rasulullah saw.:
            عَنِ ابْنِ عَبّا سٍ قَالَ النّبِىُّ صلّى الله عليه وسلم :تَعَجّلُوْااِلَى الْحَجِّ فَاِنّ اَحَدَكُمْ لَايَدْرِىْ مَايَعْرِضُ لَهُ (رواه احمد)
Artinya: “Dari Ibnu Abbas. Nabi besar saw. telah berkata, “Hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya.”(Riwayat Ahmad).[4]

B.     Syarat Wajib Haji
1.      Islam (Tidak wajib, tidak sah haji orang kafir).
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji.
2.      Berakal (Tidak wajib atas orang gila dan orang bodoh).
3.      Baligh (sampai umur 15 tahun, atau baligh dengan tanda- tanda lain). Tidak wajib haji atas anak- anak.
4.      Merdeka.
Budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yan dibebankan oleh tuannya.
5.      Kuasa /mampu (Tidak wajib haji atas orang yang tidak mampu).
Pengertian mampu itu ada dua macam:[5]
1.      Mampu mengerjakan haji dengan sendirinya, dengan beberapa syarat berikut:
a.       Mempunyai bekal yang cukup untuk pergi ke Mekah dan kembalinya.
b.      Ada kendaraan yang pantas dengan keadaannya, baik kepunyaan sendiri ataupun dengan jalan menyewa. Syarat in bagi orang yang jauh tempatnya dari Mekah yaitu dua marhalah (80,640 km).
c.       Aman perjalanannya. Artinya di masa itu biasanya orang- orang yang melalui jalan itu selamat. Tetapi kalau banyak yang celaka, atau sama banyaknya dengan yang selamat, maka tidak wajib pergi haji, bahkan haram pergi kalau lebih banyak yang celaka daripada yang selamat.
d.      Syarat wajib haji bagi perempuan, hendaknya ia berjalan bersama- sama dengan mahramnya.
2.      Mampu mengerjakan haji yang bukan dikerjakan oleh orang yang bersangkutan, tetapi dengan jalan menggantinya dengan orang lain.

C.    Rukun Haji
1)      Ihram
2)      Wuquf dipadang Arafah
3)      Thawaf (thawaf ifadhah)
4)      Sa’i
5)      Tahallul
6)      Tertib
   a). Ihram (berniat mulai mengerjakan haji atau umrah)
yang dimaksud dengan Ihram itu adalah niat melakukan ibadah haji dan umrah, atau kedua-duanya bersama-sama, kemudian memakai pakaian ihram. Para ulama’ membolehkan ketika berihram atau berniat umum saja, yaitu tanpa meniatkan apakan melakukan haji saja atau umrah saja, atau kedua-duanya bersama-sama.
Sunat-sunat ihram dan tatatertibnya adalah :
v  Mandi, dan hendaknya sebelum mandi memotong kuku, kumis, mencabut rambut ketiak dan memotong rambut kemaluan.
v  Memakai harum-haruman sebelum berihram, dan tidak mengapa bekas harum-haruman masih melekat sekalipun sesudah ihram
v  Tidak boleh memakai kain yangt berjahit, dan yang dipakai itu dua helai, sehelai untuk bagian atas dan sehelai lagi untuk bagian bawah. Kepala tidak boleh ditutup.
v  Bagi perempuan wajahnya terbuka, dan menutup seluruh kepala (kecuali wajah) dan badannya dengan kain yang berjahit, dan tidak boleh memakai kaos tangan (tetapi golongan Hanafi membolehkan memakai kaos tangan karena yang ihram bagi perempuan itu adalah wajah saja).
b). Wukuf di padang Arafah
            Hadir di padang Arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari tergelincir matahari (waktu lohor) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar tanggal 10  bulan haji, artinya orang yang sedang melakukan haji itu wajib berada di padang Arafah pada waktu tersebut, baik dalam keadaan suci, haidl, nifas ataupun junub. Katika melskukan wuquf menghadap kiblat, memperbanyak membaca istighfar, doa untuki dirinya maupun orang lain, baik perkara dunia ataupun urusan akhirat dengan hati yang khusyu’ selalu ingat kepada Allah dan ketika berdoa mengangkat tangan. Disunnnatkan pula sebelum wuquf untuk mandi, dan untuk tidak melakukan puasa karena dimaksudkan agar orang kuat berdzikir dan berdoa di Arafah.
c). Thawaf Ifadhah (berkeliling ka’bah)
            Orang yang hendak melakukan Thawaf  hendaknya memulai dari hajar aswad, menghadap kepadanya tidak perlu berdesak-desakan, kalau dapat menyentuhnya atau memberi isyarat saja bila keadaan tidak memungkinkan menyentuhnya, dan hendaknya berada di sebelah kanan ka’bah seraya mengumandangkan Talbiyah. Thawaf  itu dilakukan tujuh kali putaran, pada tiga kali putaran yang pertama hendaknya kalau dapat dengan jalan berlari-lari kecil (antara jalan dan berlari-lari) dan pada empat kali yang berikutnya jalan biasa saja. Dan pada putaran yang ketujuh hendaknya menyentuh rukun yamaniy. Dan kemudian mencium dan menyentuh atau menginsyaratkan kepada hajar aswad. Dan hendaknya dalam Thawaf memperbanyak doa dan dzikir. Adapun syarat-syarat Thawaf ialah:
Ø  Suci dari hadas kecil ataupun besar dan dari najis. Karena itu orang yang dalam keadaan haid ataupun nifas tidak boleh melakukan thawaf.
Ø  Menutup aurat
Ø  Tujuh kali putaran brturut-turut kurang satu putaran saja, tidak sah thawafnya itu. Dan apabila ia ragu-ragu sudah berapa kali thawaf, hendaknya ia memegangi yang tersedikit dan kemudian menambahnya sehingga ia telah melakukan tujuh kali putaran.
Ø  Memulai dari hajar aswad dan mengakhirinya juga disitu.
Ø  Baitullah selalu disebelah kirinya apabila Baitullah berada disebelah kanannya maka tidak sah thawafnya.
Ø  Thawaf itu hendaknya dilakukan di dalam masjid , karena Rasulullah melakukan thawaf di masjid.
Sunnat-sunnat thawaf
Ø  Menghadap hajar aswad ketika memulai thawaf, bertakbir bertahlil, mengankat kedua tangan sebagaimana akan melakukan shalat, menyentuh hajar aswad dan mencium tanpa bersuara, atau kalau tidak bisa memberi isyarat saja.
Ø  Berjalan kaki, tetapi bila tidak mampu tidak mengapa berkendaraan ataupun bertandu.
Ø  Al-idlthiba’, yaitu meletakkan pertengahan kain ihram dibawah ketiak tangan kanan, dan kedua ujungnya ditaruh diatas bahu yang kiri.
Ø  Menyentuh hajar aswad ketika permulaan thawaf.
Ø  Niyat.
Ø  Tertib.
Ø  Setelah thawaf juga disunnatkan untuk shalat 2  rakaat di maqam Ibrahim.
Niat thawaf, thawaf yang terkandung dalam ibadah haji tidak wajib niat karena niatnya sudah terkandung dalam niat ihram haji. Tetapi kalau Thawaf itu tersendiri bukan dalam ibadah haji, sepertinthawaf wada’(thawaf karena akan meninggalkan mekah), maka wajib berniat. Niat thawaf disini menjadi syarat sahnya thawaf itu.
            d). Sa’i
        Sa’i adalah berlari-lari kecil diantara bukit safa dan marwah, dan dari marwah Ke shafa. Dari shafa ke marwah dihitung satu kali, dan dari marwah ke shafa dihitung satu kali, seluruhnya tujuh kali. Syarat-syarat Sa’i adalah:
Ø  Seluruh perjalanan dilakukan, tidak ada yang tersisa, dan hendaknya kakinya menempel pada bukit (baik shafa maupun marwah).
Ø  Memulai dari shafa dan berakhir di marwah. Apabila dibalik tida sah.
Ø  Sa’i dilakukan sesudah thawaf yang sah dan baik.
Ø  Tujuh kali perjalanan (dari Shafa ke marwah dihitumg satu, dan dari marwah ke shafa dihitung satu).
Sunnat-sunnat Sa’i adalah :
Ø  Bedoa antara shafa dan marwah.
Ø  Dalam keadaan suci dan menutup aurat.
Ø  Disunnatkan bagi orang lelaki berlari-lari kecilantara dua tonggak hijaun yang terdapat dalam mas’a
Ø  Melakukan dalam suasana tidak berdesak-desakan. Bila keadaan berdesak-desakan, hendaknya jangan mengganggu orang lain.
Ø  Berjalan kaki, kecuali apabila berhalangan boleh berkendaraan atau dipikul atau ditandu.
Ø  Berturut-turut tidak terpotong-potong, kecuali apabila dilakukan shalat jamaah, hendaknya shalat jamaah itu dilakukan, dan kemudian tinggal melakukan sa’i yang belum dilakukan.
Cara melakukan sa’i
                    Apabila telah selesai shalat dua rakaat sesudah thawaf, yang sunnat adalah kembali ke hajar aswad, menyentunya kemudian keluar melewati babush shafa (pintu shafa) menuju ma’a, naik kebukit shafa, sehingga ia tetap bisa melihat bait, menghadap ka’bah, bertahlil dan bertakbir, kemudian berdo’a untuk urusan dunia dan akhir, kemudian menuju ke shafa, bila sampai pada tonggak hijau hendaklah setengah berlari sampai kepada tonggak hijau yang satunya lagi. Ini bagi orang lelaki. Setelah itu berjalan serbagaimana biasa. Hingga tiba di marwah. Disini juga berdo’a dan berzikir bagaimana dilakukan di shafa. Kemudian kembali ke shafa dan ketika tiba di tonggak hijau, berlari-lari kecil hingga tiba pada tonggak hijau yang satunya  lagi, kemudian berjalan kaki biasa hingga tiba di shafa, mendaki kesana, kemudian bedo’a dan berzikir. Bagaimana telah dijalankan tadi. Begitulah dilakukan tujuh kali sampai selesai.
e). Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau menggunting rambut, hal ini kalau kita berpegang atas pendapat yang kuat. Sekurang-kurangnya menghilangkan tiga helai rambut. Pihak yang mengatakan bercukur menjadi rukun beralasan karena tidak dapat diganti dengan menyembelih.
f). Tertib
Menertibkan rukun-rukun itu (mendahulukan yang dahulu diantara rukun-rukun itu) yaitu mendahulukan niat dari semua rukun yang lain, mendahulukan hadir di padang arafah dari tawaf dan bercukur rambut, mendahulukan tawaf dari sa’i.

D.    Wajib Haji
          Wajib haji adalah amalan- amalan dalam ibadah haji yang wajib dikerjakan, tetapi sahnya tidak tergantung pada wajib haji. Apabila amalan itu ditinggalkan, wajib menggantinnya dengan dam/denda dengan menyembelih binatang.[6]
Adapun wajib haji sebagai berikut:
1.      Ihram dari miqat
Miqat ada dua, yaitu miqat zamani dan miqat makani.[7] Miqat zamani merupakan batas waktu pemakaian ihram sejak 1 Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Firman Allah SWT.:
kptø:$# ֍ßgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4
Artinya: “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (Al Baqarah: 197).
          Sedangkan miqat makani merupakan batas tempat pemakaian ihram. Ketentuan miqat makani telah ditetapkan oleh Rasulullah saw. sebagai berikut:[8]
a.    Mekah, ialah miqat (tempat ihram) orang yang tinggal di Mekah. Berarti orang yang tinggal di Mekah hendaklah ihram dari rumah masing- masing.
b.   Dzul- Hulaifah, ialah miqat orang yang dating dari arah Madinah dan Negara yang sejajar dengan Madinah.
c.    Juhfah, ialah miqat orang yang dating daari arah Syam, Mesir, Maghribi dan Negara yang sejajar dengan Negara tersebut. Juhfah adalah nama suatu kampung di antara Mekah dan Madinah, kampung itu sekarang telah rusak. Dan sekarang diganti dengan Rabig (kampung dekat Juhfah).
d.   Yalamlam, ialah miqat orang yang datang dari arah Yaman, India, Indonesia, dan negeri yang sejajar dengan negeri tersebut.
e.    Qarnul Manazil, ialah miqat orang yang dating dari arah Najdil-Yaman dan Najdil Hijaz serta orang yang datang dari negeri yang sejajar dengan negeri tersebut.
f.    Dzatu Irqin, ialah miqat orang yang datang dari Irak dan negeri yang sejajar dengan negeri itu.
g.   Bagi penduduk negeri- negeri yang ada di antara Mekah dan miqat- miqat tersebut, miqat mereka ialah negeri masing- masing.
2.      Bermalam di Muzdalifah
Bermalam di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah. Waktunya setelah terbenam matahari tanggal 9 Dzulhijjah, dimulai saat Maghrib dan Isya’ sampai terbit fajar. Setelah subuh berangkat ke Masjidil Haram, di sana berdo’a tahlil dan tasbih beserta talbiyah. Sewaktu di Muzdalifah disunahkan memungut batu- batu kecil untuk melontar jumrah di Mina. Bermalam di Muzdalifah dilaksanakan dengan cara berhenti walaupun sejenak, baik dalam keadaan berkendaraan maupun turun dari kendaraan.
3.      Melontar Jumrah Aqabah pada Hari Raya Haji (10 Dzulhijjah)
Yang paling utama adalah waktu dhuha. Setipa lontaran disertai bacaan  بِسْمِ اللهِ وَاللهُ اَكْبَرْ”.
4.      Melontar tiga Jumrah
Jumrah yang pertama, kedua dan ketiga (jumrah Aqabah) dilontar pada tanggal 11-13 Dzulhijjah. Tiap- tiap  Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil. Waktu melontar ialah sesudah tergelincir matahari pada tiap- tiap hari.
Orang yang sudah melontar pada hari pertama dan kedua, kalau dia ingin pulang, tidak ada halangannya lagi. Kewajiban bermalam pada malam ketiga dan kewajiban melontar pada hari ketiga, hilang darinya.
Syarat melontar Jumrah:[9]
a.       Melontar dengan tujuh batu, dilontarkan satu persatu.
b.      Menertibkan tiga Jumrah, dimulai dari Jumrah yang pertama (dekat dengan masjid Khifa), kemudian yang kedua, dan terakhir Jumrah Aqabah.
c.       Alat untuk melontar adalah batu kerikil, tidak sah melontar dengan selain batu.
5.      Bermalam di Mina
Beralasan atas perbuatan Rasulullah saw. ketika beliau hidup dan hadits Aisyah.

  عن عائشةَ مَكَثَ النّبِىُّ صلى الله عليه وسلم بِمِنَى اَيَّامَ تَشْرِيقِ يَرْمِى الْجَمْرَةَ اِذَازَالَتَ الشَّمْسَ كُلِّ جَمْرَةٍ بِسَبْعِ حَصَيَا تٍ (رواه احمد وابو داود)     
          Artinya:”Dari Aisyah, “Nabi SAW. telah meninggal di Mina selama hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Haji). Beliau melontar Jumrah apabila matahari telah condong ke sebelah barat, tiap-tiap Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil.”(Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).[10]
6.      Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ ini tidak disertai jalan cepat, cukup berjalan biasa. Thawaf Wada’ dilakukan ketika hendak meninggalkan Mekah, kecuali wanita yang sedang haid.
7.      Menjauhkan diri dari muharromat (segala larangan atau yang diharamkan).

E.     Beberapa Sunnat Haji
1.    Ifrad, yaitu ihram untuk haji saja dahulu dari miqat-nya, terus diselesaikannya pekerjaan haji, kemudian ihram untuk umrah, serta terus mengerjakan segala urusannya, berarti dikerjakan satu-satu dan didahulukan haji. Inilah yang dinamakan ifrad, yang lebih baik dari dua cara yang lain.
2.    Membaca talbiyah dengan suara yang keras bagi laki-laki
Bagi perempuan hendaklah diucapkan sekadar terdengar oleh telinganya sendiri.
3.    Berdo’a sesudah membaca talbiyah.
4.    Membaca zikir sewaktu tawaf.
5.    Shalat dua rakaat sesudah tawaf.
6.    Masuk ke Ka’bah (Rumah Suci).[11]

F.     Hal-hal yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Haji
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan orang yang sudah memakai pakaian Ihram dan sudah berniat melakukan ibadah haji atau umrah adalah :[12]
1.    Yang dilarang bagi laki-laki
a.       Memakai pakaian yang berjahit, baik jahitan biasa atau bersulaman, atau diikatkan kedua ujungnya.
b.      Menutup kepala.
c.       Memakai pakaian atau apa saja yang harum.[13]
d.      Memakai Khuf, kaos kaki ataupun sepatu.
2.    Yang dilarang bagi perempuan
Dilarang menutup muka dan dua telapak tangan, kecuali apabila keadaan mendesak, maka ia boleh menutup muka dan dua telapak tangannya, tetapi diwajibkan membayar fidyah.[14] Tidak boleh memakai pakaian yang kena harum-haruman, tutup muka (cadar), dan sarung tangan.[15]
3.    Yang dilarang bagi keduanya, laki-laki dan perempuan[16]
a.       Memakai wangi-wangian, baik pada badan maupun pada pakaian.
b.      Memakai baju atau kain yang telah dicelup yang mempunyai au yang harum.
c.       Memotong atau mencabut rambut, baik dengan mencukur, menggunting atau jalan apa sajapun, baik rambut kepala atau rambut mana saja.
d.      Memotong kuku, jika kuku pecah, tidak sengaja, tidak kena fidyah.
e.       Melakukan ’aqad nikah, baik untuk dirinya ataupun untuk orang lain. Dengan wali, atau dengan perwakilan.
f.       Berhubungan seksual dan apa saja yang mengantar kepada perbuatan hubungan seksual itu, seperti mencium istri, menyentuh dengan rasa syahwat, dan perbuatan atau ucapan yang mengarah kepada adanya hubungan seksual.
g.      Melakukan perbuatan-perbuatan jelek dan ma’siyat yang menyebabkan orang keluar dari keta’atan kepada Allah.
h.      Bertengkar dengan teman-teman dan kawan-kawan.
i.        Berburu dan membunuh binatang.
j.        Memakan daging binatang buruan. [17]


G.    Meninggalkan Rukun Haji
Orang yang meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun haji selain dari hadir di Padang Arafah, ia tidak halal dari ihramnya hingga dikerjakannya rukun yang ketinggalan itu. Karena rukun-rukun yang lain itu mempunyai waktu yang luas, maka hendaklah ia lekas mengerjakannya agar ia halal dari ihramnya.
Barang siapa meninggalkan salah satu dari yang wajib-wajib haji atau umrah, ia wajib membayar denda (dam). Tetapi barang siapa meninggalkan sunnat haji atau umrah, ia tidak wajib melakukan apa-apa.[18]
                                                                           

         




















DAFTAR RUJUKAN

            Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. 1995. Bandung. PT. Sinar Baru Algesindo Bandung.
          Siddieqy. M. Hasbi ash. Hukum- Hukum Fiqih Islam. 1986. NV. Bulan Bintang. Jakarta.
          Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN. Ilmu Fiqih. 1983. Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.


[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, PT. Sinar Baru Algesindo Bandung, 1995, 247.
[2] Ibid,                               
[3] Ibid, 247-248.
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,…248.
[5] Ibid, 249.
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam…257.
[7] M. Hasbi ash Siddieqy, Hukum- Hukum Fiqih Islam, NV. Bulan Bintang, Jakarta, 1986, 187.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam…
[9] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam…261.

[10] Ibid,
[11]Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 1995, 262.     
[12] Ibid, 265.
[13] Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqih, Jakarta: Rektorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1983, 353.
[14] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam…,266.
[15] Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqih…,354.             
[16]Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam…,266.
[17] Zakiyah Drajat, Ilmu Fiqih…,359.             
[18] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam…,269.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar