Jumat, 24 Mei 2013

ulumul Qur'an


BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang Masalah
Banyak sekali berbagai pendapat mengenai Al Qur’an baik dari pengertian, sejarah turun, perkembangan serta penulisan Al Qur’an. Selain itu juga, masih masih banyak dari kalangan orang muslim yang belum mengerti dan paham mengenai Al Qur’an. Maka dari itu beberapa ahli membuat suatu kesepakatan mengenai ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al Qur’an yang dinamakan Ulumul Qur’an.
Dari segi turunnya Al Qur’an dan penulisan Al Qur’an terdapat pula beberapa perbedaan pendapat para ahli. Adapun perbedaan itu dari segi pengertian Al Qur’an, sejarah turunnya Al Qur’an, penulisan Al Qur’an, dan sebagainya.

2.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah turunnya Al Qur’an?
2.      Bagaimana  hikmah diturunkan Al Qur’an secara bertahap?
3.      Bagaimana penulisan Al Qur’an pada masa Nabi?
4.      Bagaimana penulisan Al Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin?
5.      Bagaimana penyempurnaan dan pemeliharaan Al Qur’an setelah masa Kholifah?

3.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui sejarah turunnya Al Qur’an.
2.      Untuk mengetahui hikmah diturunkan Al Qur’an secara bertahap.
3.      Untuk mengetahui penulisan Al Qur’an pada masa Nabi.
4.      Untuk mengetahui penulisan Al Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin.
5.      Untuk mengetahui  penyempurnaan dan pemeliharaan Al Qur’an setelah masa Kholifah.

4.     Batasan Masalah
Dalam makalah ini, kami membatasi pembahasan hanya mengenai Sejarah Turun Dan Penulisan Al Qur’an, baik sejarah, hikmah dan penulisan Al Qur’an. Dengan demikian kami berharap pembahasan kami dapat terfokus pada tema tersebut.








BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Turun Dan Penulisan Al Qur’an
“Qur’an” berarti “bacaan” asal kata qara’a. Kata Al Qur’an berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul  yaitu maqru’ (dibaca). Menurut  Dr. Subhi Al Salih. Kemudian di pakai kata “Qur’an” untuk Al Qur’an yang di kenal sekarang ini. Adapun definisi Al Qur’an ialah : “Kalam Allah swt yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.
Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al Qur’an seperti Taurat yang di turunkan kepada Nabi Musa a.s yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak pula dinamakan Al Qur’an.[1]
1.       Sejarah Turunnya Al Qur’an
Al Qur’an diturunkan oleh Allah SWT secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun masa kenabiannya, ayat-ayat tersebut turun ketika Nabi Muhammad saw sedang berkhalwat (menyendiri) di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekkah, pada malam 17 ramadhan, ketika itu usia Nabi Muhammad SAW sekitar 40 tahun.
Ayat-ayat yang pertama diturunkan adalah lima ayat pertama dari surat al ‘alaq. Tidak berapa lama setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kedua, yaitu surat al muddasir  ayat 1 sampai dengan ayat 10.[2]
2.       Hikmah Diturunkan Al Qur’an Secara Bertahap
Al Qur’an diturunkan secara bertahap dalam 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an secara bertahap ialah :
1.        Agar lebih mudah di mengerti dan di laksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari riwayat dari ‘Aisyah r.a.
2.        Di antara ayat- ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus (ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3.        Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4.        Memudahkan penghafalan.
5.        Di antara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagai dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terleksana kalau Al Qur’an diturunkan sekaligus.[3]
3.       Penulisan Al Qur’an Pada Masa Nabi
Kodifikasi atau pengumpulan Al Qur’an telah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan telah dimulai sejak masa-masa awal turunnya Al Qur’an. Sebagaimana diketahui, Al Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur. Setiap kali menerima wahyu, Nabi muhammad SAW membacakannya dihadapan para sahabat karena ia memang di perintahkan untuk mengajarkan Al Qur’an kepada mereka.
Di samping menyuruh sahabat menghafalkan ayat-ayat yang di ajarkannya, Nabi SAW juga memerintahkan sahabat yang pandai menulis untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. Para sahabat pun sangat bersungguh-sungguh dalam menghafalkan atau mempelajari Al Qur’an. Sahabat yang pandai menulis juga sangat berhati-hati menuliskan ayat-ayat. Hal ini di dorong oleh keyakinan mereka bahwa Al Qur’an adalah firman Allah SWT yang harus dijadikan pedoman hidup sehingga perlu dijaga dengan baik.
Setelah ayat-ayat yang diturunkan cukup satu surah, Nabi SAW memberi nama surah tersebut untuk membedakannya dari surah yang lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tenteng urutan penempatan surah di dalam Al Qur’an. Penyusunan ayat-ayat dan penempatannya di dalam susunan Al Qur’an juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al Qur’an yang dilakukan di masa Nabi SAW tersebut berlangsung sampai Al Qur’an sempurna dilakukan dalam masa kurang lebih 23 tahun.[4]
Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu, antara lain :
1.                   Abu Bakar as-Shidiq,
2.                   Umar bin Khattab,
3.                   Usman bin Affan,
4.                   Ali bin Abi Talib,
5.                   Amir bin Fuhairah,
6.                   Zaid bin Sabit,
7.                   Ubay bin Ka’b,
8.                   Mu’awiyah bin Abu Sufyan,
9.                   Zubair bin Awwam,
10.               Khalid bin Walid, dan
11.               Amr bin As
Tulisan ayat-ayat Al Qur’an yang di tulis oleh mereka di simpan di rumah Rasulullah SAW. Mereka pun masing-masing menulis untuk di simpan sendiri. Walaupun demikian, tulisan-tulisan itu belum di kumpulkan dalam satu  mushaf (sebuah buku yang terjilid seperti yang di jumpai sekarang), melainkan masih berserakan.[5]
4.       Penulisan Al Qur’an Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Setelah Rasulullah SAW wafat dan Abu Bakar dipilih menjadi khalifah, tulisan-tulisan Al Qur’an yang berserakan pada pelepah-pelepah kurma, tulang-tulang binatang, dan batu-batu tetap disimpan di rumah Rasulullah SAW sampai terjadinya peranh Yamamah yang merenggut korban kurang lebih tujuh puluh sahabat penghafal Al Qur’an (hufaz). Karena banyak sahabat penghafal Al Qur’an yang gugur sebagai syuhada, timbul kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perang lagi dan punahnya sahabat-sahabat pengahafal Al Qur’an yang akhirnya akan menyebabkan hilangnya Al Qur’an. Umar bin Khattab lalu menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar agar menghimpun surah-surah dan ayat-ayat yang masih berserakan itu ke dalam satu mushaf.[6]
5.       Penyempurnaan Pemeliharaan Al Qur’an Setelah Masa Kholifah
Walaupun rasulullah SAW secara pribadi tidak pernah menulis Al Qur’an Karena Nabi SAW tidak pandai membaca dan menulis, tetapi ia sangat kuat mendorong sahabat-sahabatnya untuk belajar baca-tulis. Setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu, para penulis itu pun segerta dipanggil untuk menulis dan mencatatnya disamping sahabat-sahabat yang menghafalnya.
Sebelum Rasulullah SAW wafat, Al Qur’an secara keseluruhan telah selesai penulisannya dengan urutan surah-surah dan ayat-ayat berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW sendiri. Penulisannya di masa itu masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana, seperti pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan kepingan-kepingan tulang, sehingga sulit untuk dihimpun dalam satu kumpulan.
Masa Khulafaur Rasyidin diadakan penulisan ulang Al Qur’an dengan memakai lembaran-lembaran kertas atau suhuf. Lembaran-lembaran atau suhuf yang bertuliskan ayat-ayat Al Qur’an itu kemudian diikat dengan benang sehingga membentuk satu mushaf (kumpulan lembaran).
Akan tetapi setelah semakin banyak orang-orang non-Arab memeluk Islam, timbul kesulitan besar dalam membaca tulisan Al Qur’an. Kalaupun ada yang bisa membacanya, maka pembacaannya banyak mengandung kesalahan dan kekeliruan akibat tidak adanya tanda-tanda baca yang memadai. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan timbul kekacauan di kalangan umat Islam.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf Usmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16, ketika Eropa menemukan mesin cetak dapat digerakkan (dipisah-pisahkan). Al Qur’an pertama kali dicetak di Hamburg (Jerman) pada tahun 1694.

Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini mempermudah umat Islam memperbanyak mushaf Al Qur’an. Mushaf pertama yang dicetak oleh kalangan imam sendiri ialah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia.
Kemudian sejak tahun 1976 Al Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman). Sekarang kita dapat menjumpai berbagai bentuk dan ukuran Al Qur’an dari tulisan yang bentuknya sederhana sampai tulisan yang indah.  Dengan demikian, Al Qur’an terjaga dari segala bentuk kekeliruan dan kesalahan, baik disengaja ataupun tidak disengaja.[7]
 






BAB III
PENUTUP
1.       Kesimpulan
Al Qur’an adalah Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Permulaan turunnya Al Qur’an adalah pada malam Lailatul Qadar, tanggal 17 Ramadhan bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M, sewaktu beliau sedang berkhalwat (menyendiri) di dalam Gua Hira’ di atas Jabal Nur. Al Qur’an diturunkan secara bertahap dalam 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.
Nabi SAW menyuruh sahabat menghafalkan ayat-ayat yang di ajarkannya, dan memerintahkan sahabat yang pandai menulis untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang. Pada masa Khulafaur Rasyidin penulisan Al Qur’an ditulis di atas lembaran-lembaran kertas yang disebut suhuf-suhuf. Suhuf-suhuf itu lalu disusun menjadi satu mushaf.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf Usmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16, ketika Eropa menemukan mesin cetak dapat digerakkan (dipisah-pisahkan). Al Qur’an pertama kali dicetak di Hamburg (Jerman) pada tahun 1694.


2.       Saran
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna dan kami sangat mengharapkan saran dan kritik guna membangun dan bisa memperbaiki makalah kami. Karena ada pepatah yang mengatakan “semakin ilmu itu di gali maka semakin banyak yang tidak kita ketahui”.

           










DAFTAR RUJUKAN
Anwar, Rosihan, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2001.
Redaksi, Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 4, Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002.
Soenarjo, Soenarjo, Al Qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta : Kementerian Agama, 1971.
Zuhdi, Masjfuk , Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya : PT Bina Ilmu, 1980.


      [1] Soenarjo, Al Qur’an Dan Terjemahannya, (Jakarta : Kementerian Agama, 1971), 15.
      [2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), 133.
      [3] Soenarjo, Al Qur’an Dan Terjemahannya, (Jakarta : Kementerian Agama, 1971), 16.
      [4] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), 135
      [5] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1980), 12.
      [6]Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), 74.
      [7] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), 137.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar